JANGAN OM (PART45)
Isi Postingan:
JANGAN OM PART45
…
..
.
Sesampainya di rumah,
Aryo lalu mengunci pintu
kamarnya dengan tergesa. Ia
lalu mendekati Kinan, menarik
lengannya hingga tubuh Kinan
menempel ketubuhnya. Aryo
menatapnya dengan sorot mata
tajam.
Kenapa kamu tadi bilang
ke temanmu kalau aku
sepupumu? tanyanya dengan
nada mara
Kinan menunduk, gugup,
dan berusaha mencari alasan.
Terus aku harus bilang apa,
Mas? Masa aku bilang kalau Mas
Aryo itu suamiku? Aku bisa
dibully satu kampus, Mas, kalau
mereka tahu. Semua orang kan
tahunya kalau istri Mas Aryo itu
Mbak Siska, jawabnya lirih.
Aryo menrik pinggng
Kinan hingga tbuh mereka
benar-benar menmpel tanpa
66
jarak Memangnya kenapa
kalau mereka tahu kalau kamu
istriku? Mereka nggak akan
berani macam-macam. Aku ini
pemilik kampus itu, Kinan.
Kalau ada yang berani
menyentuhmu, aku bisa
keluarkan mereka kapan saja,
ucap Aryo dengan nada dingin
namun penuh keyakinan.
…
Kinan menggeleng pelan,
sedikit takut dengan nada
bicaranya. Aku nggak mau
sepertiitu, Mas. Aku cuma mau
kuliah secara normal. Aku
nggak ingin mereka tahu kalau
aku istrimu, apalagi sampai
mereka menjauhiku. Lagi pula…
posisiku cuma istri muda, Mas.
Di masyarakat, istri kedua itu
dianggap aib. Mereka pasti akan
bilang aku pelakor.
Aryo menghela napas
panjang, lalu menyentuh dagu
Kinan dengan lembut,
mengangkat wajahnya hingga
mata mereka bertemu. Jangan
pernah pedulikan omongan
orang lain, Kinan. Yang penting
kita yang menjalaninya. Aku
nggak mau kamu terpengaruh
dengan kata-kata orang yang
nggak penting. Fokus aja sama
aku.. dan kehamilanmu,
ujarnya dengan suara yang lebih
lembut.
Tanpa menunggu jawaban,
Aryo mendekatkan wajahnya,
lalu mencum bbir Kinan,
memberikan penegasan akan
ucapannya.
…
Kinan membalas cuman
Aryo, mengikuti intensitas yang
semakin dalam dan menuntut.
Namun, ketika Aryo
mengangkat tbuhnya dan
membawanya ke kasur, suasana
tiba-tiba berubah. Saat Aryo
mulai membka kancing
bjunya, Kinan merasakan
perutnya mual. Gejlak aneh
muncul dari dalam tbuhnya,
membuatnya langsung
mendrong tbuh Aryo
menjauh.
…
Mas, hentikan…! serunya
panik sebelum berlari ke kamar
mndi. Sesampainya di sana,
Kinan memunthkan seluruh isi
prutnya, tbuhnya bergetar
lemah.
Aryo hanya bisa mengusap
wajahnya dengan kasar,
menghembuskan napas panjang.
Akh…sial, gumamnya pelan
saat merasakan miliknya
berdenyut. la menyadari bahwa
momen panas mereka tak akan
berlanjut seperti yang ia
inginkan.
Tak lamna, ia menyusul
Kinan ke kamar mndi dengan
sebotol air mineral di
tangannya. Ini, minum dulu,
ucap Aryo lembut,
menyodorkan botol itu kepada
Kinan yang masih terlihat pucat.
Setelah beberapa tegukan,
Kinan merasa sedikit lebih baik.
…
Aryo membantunya kembali ke
kasur, memapah tbuhnya yang
lemas. Kinan berbaring dengan
wajah letih, dan Aryo duduk di
tepi ranjang, menatapnya
dengan penuh perhatian.
Besok pagi kita ke dokter,
ya. Aku nggak tega lihat kamu
muntah terus begini. Kalau
kamu terus seperti ini, bisa-bisa
kamu kekurangan nutrisi, ujar
Aryo dengan nada khawatir.
Kinan hanya mengangguk
pelan, matanya mulai terpejam.
Tubuhnya terlalu lelah untuk
membalas ucapan Aryo. Melihat
itu, Aryo menyelimutinya
dengan hati-hati, lalu
memutuskan untuk tetap
berjaga di sampingnya
sepanjang malam.
…
Pagi itu, meja makan telah
penuh dengan kehadiran
keluarga. Semua orang sudah
duduk di kursinya
masing-masing, kecuali Kinan.
Nenek Lasmi, yang
memperhatikan ketidakhadiran
cucu menantunya, bertanya
kepada Aryo.
Ke mana Kinan? Kenapa
dia nggak turun untuk sarapan?
tanya Nenek Lasmi sambil
melirik Aryo.
Sebelum Aryo sempat
menjawab, Ibu Kartika
menyahut dengan nada sinis.
Biarkan saja Bu. Jujur saja,
selera makanku mendadak
hilang kalau melihat Kinan,
ujarnya dengan nada ketus.
Aryo hanya menatap
ibunya dengan dingin, namun ia
memilih tidak menanggapinya.
Lalu ia menjawab pertanyaan
Nenek Lasmi, Kinan sedang
nggak enak badan, Nek. Tadi
malam dia muntah-muntah
terus, bahkan pagi ini waktu
bangun tidur pun masih mual.
Jadi, aku suruh dia istirahat di
kamar saja. Nanti siang aku
rencananya mau ajak dia periksa
ke dokter.
Nenek Lasmi mengangguk
pelan, lalu memanggil salah satu
pembantu rumah tangga.
Tolong bawa sarapan untuk
Kinan ke kamarnya. Kalau dia
mau, tawarkan jahe hangat.
Mungkin itu bisa membantu
mualnya berkurang. Juga bilang
pada Kinan, kalau ingin makan
atau minum sesuatu bilang saja,
ucap Nenek Lasmi dengan
perhatian.
Baik, Bu, jawab pembantu
itu sambil bergegas menyiapkan
apa yang diminta.
Aryo mengucapkan terima
kasih pada neneknya dengan
anggukan kecil. Ia merasa lega
karena setidaknya ada seseorang
yang masih peduli pada Kinan di
rumah itu, meski hubungan
antara ibunya dan Kinan terus
terasa dingin.
….
Setelah menyeruput kopi
terakhirnya, Aryo melangkah
menuju kamar dan mendekati
Kinan yang masih berbaring di
atas kasur. la duduk di tepi
ranjang, menatap istrinya
dengan penuh perhatian.
Kinan, aku mau ke kampus
sebentar. Pagi ini aku ada jadwal
mengajar, tapi aku janji setelah
selesai, aku langsung pulang.
Setelah itu, kita pergi ke dokter
kandungan, ya, ucap Aryo
lembut.
Kinan mengangguk pelan,
suaranya lirih saat menjawab,
Hati-hati ya, Mas.
Aryo tersenyum kecil, lalu
menunduk untuk mencium
kening Kinan. Tangannya
terulur, mengelus puncak
kepalanya dengan lembut.
Jangan lupa sarapan, walaupun
sedikit. Paksakan untuk makan,
biar kamu nggak tambah lemas,
katanya sebelum berdiri dan
beranjak pergi.
Setelah Aryo meninggalkan
kamar, tak lama kemudian,
seorang pembantu rumah
tangga bernama Lina mengetuk
pintu dan masukmembawa
nampan berisi makanan.
Ini, Non Kinan. Tadi Bu
Lasmi nyuruh saya
mengantarkan sarapan, ucap
Lina sambil meletakkan
nampan di meja kecil di dekat
tempat tidur.
Terima kasih, Mbak Lina,
jawab Kinan lemah, lalu
memaksakan senyuman.
Oh iya, Non. Tadi Bu Lasmi
juga pesan suruh menanyakan
non Kinan mau dibikinkan
wedangjahe, atau teh hangat?
Kata ibu, itu bisa bantu mualnya
berkurang, tanya Lina sopan.
Kinan berpikir sejenak, lalu
menjawab, Boleh, Mbak. Saya
mau wedang jahe, tapi jangan
terlalu banyak jahenya, ya.
Soalnya kalau terlalu
menyengat, saya malah tambah
mual,
Lina mengangguk sambil
tersenyum. Baik, Non. Saya
buatkan sekarang, ya. Kalau non
Kinan pengen makan atau
minum sesuatu bilang saja sama
mbak ya, jangan sungkan.
Iya mbak, makasih ya,
sahut Kinan pelan.
….
Setelah itu, Lina pamit
keluar untuk menyiapkan
minuman, sementara Kinan
kembali menyandarkan
tubuhnya di bantal, mencoba
mengumpulkan tenaga.
Setelah merasa lebih baik,
Kinan lalu duduk dan mencoba
menyuapkan makanan ke
mulutnya, perutnya yang lapar
memaksanya untuk berusaha.
Namun, setiap kali aroma
makanan menyentuh
hidungnya, rasa mual segera
menyerang. Padahal, tadi
malam saat makan sate, ia tidak
mengalami masalah apa pun.
Baru dua suap, ia sudah berlari
ke kamar mandi untuk
memuntahkan semuanya.
Tubuhnya semakin lemas, dan
dengan langkah tertatih, ia
kembali ke kasur. Duduk
bersandar, Kinan menangis,
merasa kelelahan dan tidak
nyaman dengan kondisinya.
Nenek Lasmi yang baru saja
masuk ke kamar Kinan ditemani
perawat pribadinya, tantu saja
kaget. Melihat Kinan menangis,
wajahnya langsung dipenuhi
kekhawatiran. la segera duduk
di samping Kinan dan
memeluknya erat.
Kamu kenapa, Nduk?
tanya Nenek Lasmi lembut,
matanya menatap cucu
menantunya penuh perhatian.
Kinan mengusap air mata
yang membasahi pipinya.
Dengan suara tersendat karena
tangis, ia menjawab, Perut
Kinan lapar, Nek. Badan Kinan
lemes. Tapi setiap makan, Kinan
selalu mual dan muntah. Kinan
capek, Nek.. isaknya.
Nenek Lasmi tersenyum
penuh pengertian. la mengelus
punggung Kinan dengan lembut,
berusaha menenangkan. Sabar
ya, Nduk. Ibu hamil memang
sering begitu, apalagi di awal
kehamilan. Tapi kamu harus
tetap makan, walaupun
sedikit-sedikit. Nggak apa-apa
kalau setelah itu muntah, yang
penting perutmu sempat terisi.
Kalau kamu nggak makan sama
sekali, nanti asam lambungmu
malah naik dan tambah sakit,
ujar Nenek Lasmi menasihati.
Kinan menganggukpelan,
tangisannya mulai mereda.
Kamu mau makan apa, Nduk?
Biar nanti nenek suruh sopir
mencarikan untukmu, tanya
Nenek Lasmi lenmbut.
Kinan terdiam, mencoba
memikirkan makanan yang
kira-kira bisa diterimanya saat
ini. Setelah beberapa saat, ia
menjawab dengan suara pelan,
Kinan mau rujak serut, Nek…
tapi sambelnya yang pedas, ya.
Nenek Lasmi tertawa kecil,
mengangguk setuju. Baiklah,
kalau begitu nenek suruh sopir
beli rujak serut untukmu. Tapi
sebelumnya, kamu makan
sedikit dulu, ya. Takutnya
perutmu kosong lalu makan
rujak, malah jadi sakit perut,
ujar Nenek Lasmi bijak
….
la lalu meminta pembantu
yang mengantarkan wedang
jahe untuk Kinan agar
membuatkan bubur ayanm
hangat, sekaligus memesan
rujak serut sesuai permintaan
Kinan. Kinan mencoba
tersenyum kecil, merasa sedikit
lebih baik karena perhatian dan
kasih sayang Nenek Lasmi.
Di sebuah kafe yang pernah
menjadi tempat mereka sering
bertemu dulu, Siska dan Bu
Kartika duduk di meja yang
sama, membicarakan topik yang
sedang mengganjal di hati
keduanya. Siska menatap ibu
mertuanya dengan senyum kecil
sebelum bertanya, Gimana, Bu?
Kinan betah tinggal di rumah
Ibu?
Bu Kartika mendesah
sambil mnenyesap minumannya,
lalu menjawab dengan nada
kesal. Sepertinya sih
betah-betah saja. Nenek dan
Aryo terlalu memanjakannya.
Mereka memperlakukannya
seperti ratu. Makanya Ibu
sekarang nggak betah di rumah.
Males lihat perempuan itu,
ucapnya dengan sorot mata
penuh ketidaksukaan.
99
Siska tertawa kecil,
mengangkat alisnya dengan
sinis. Ibu harus sabar. Kalau
Ibu sampai kalah dengan
perempuan itu, malah lebih
berbahaya. Dia bisa menguasai
keluarga Hermawan lebih cepat
dari yang kita kira. Kita harus
punya rencana yang matang, Bu
Bu Kartika memandang
Siska dengan penuh harap. Ibu
memang nggak ingin dia
selamanya tinggal di rumah itu.
Kehadirannya bikin Ibu merasa
nggak nyaman. Kamu harus
bantu Ibu menyingkirkannya,
katanya tegas.
Siska menyeringai, tampak
sudah memikirkan sesuatu.
Tenang saja, Bu. Aku sudah
punya rencana untuk
menghancurkan Kinan. Tinggal
tunggu waktu yang tepat. Kita
nggak boleh terburu-buru.
Rencana ini harus
diperhitungkan matang-matang
Supaya nggak gagal.
….
Bu Kartika tersenyum puas
mendengar jawaban
menantunya. la menepuk
punggung tangan Siska dengan
lembut. Kamu memang
menantu Ibu yang paling pintar,
Siska. Ibu percaya padamu,
ucapnya penuh keyakinan.
Siska membalas senyum itu,
matanya memancarkan tekad
untuk menjalankan rencana
liciknya. Keduanya
melanjutkan percakapan,
membangun strategi yang
hanya mereka tahu, sementara
Kinan di rumah tidak
menyadari bahaya yang sedang
mengintai.
Setelah menyelesaikan
kelas pagi itu, Aryo segera
bergegas menuju parkiran.
Langkahnya cepat, wajahnya
penuh fokus untuk segera
pulang dan membawa Kinan ke
dokter seperti yang sudah
dijanjikannya. Namun, di
tengah perjalanan, ia tak
sengaja menabrak seseorang.
Tubuhnya hampir
kehilangan keseimbangan,
namun reflek Aryo dengan cepat
menangkap sosok yang hampir
terjatuh itu. Ternyata, orang
tersebut adalah Rosa, teman
kuliah Kinan yang kemarin ia
temui di warung sate. Dalam
seperselkian detik, tubuh Rosa
menempel pada Aryo, membuat
mereka berdekatan dalam posisi
canggung.
Rosa tersenyum kecil,
mengangkat wajahnya untuk
meminta maaf. Maaf, Pak. Saya
nggak sengaja, ucapnya dengan
nada lembut.
Aryo, yang merasa tidak
nyaman dengan situasi itu,
segera melepaskan tubuh Rosa.
la melangkah mundur,
memandang Rosa dengan sorot
dingin. Lain kali, pasang
matamu baik-baik kalau jalan,
katanya datar, nada suaranya
penuh teguran.
…
Tanpa menunggu jawaban,
Aryo segera berbalik dan
melanjutkan langkahnya
menuju mobil. Rosa hanya
berdiri di tempat, senyumnya
masih menghiasi wajahnya,
namun kali ini penuh arti,
seolah sedang menyimpan
sesuatu di pikirannya.
Tanpa mereka sadari, ada
seseorang yang mengamati
kejadian itu dari kejauhan.
Dengan ponsel di tangannya,
orang tersebut diam-diam
mengambil foto momen
kedekatan Aryo dan Rosa,
menyimpan bukti yang
Mungkin ia bisa gunakan nanti,
Untuk menghancurkan Kinan.
NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts