JANGAN OM (PART44)
Isi Postingan:
JANGAN OM PART44
…
..
.
Setelah merasa mual
kembali saat melihat makanan
di meja, Kinan memutuskan
untuk kembali ke kamarnya. Ia
berbaring di kasur, menahan
lapar yang mulai terasa semakin
menyiksa.
Aduh, perutku lapar
banget, gumam Kinan pelan.
Tapi makan apa ya, biar nggak
mual?
Tiba-tiba, pikirannya
melayang pada es buah. la
membayangkan segarnya es
buah dan yakin itu tidak akan
membuatnya mual. Namun,
Kinan kembali bingung. Beli es
buah di mana? Aku kan nggak
tahu daerah sekitar sini… Ah,
pesan lewat aplikasi saja,
ujarnya pada diri sendiri.
Kinan mengambil
ponselnya di meja samping
tempat tdur dan membuka
aplikasi pemesanan makanan.
Namun, saat akan memesan, ia
teringat bahwa ia tidak tahu
alamat rumah vila tersebut.
Aduh….aku kan nggak tau
alamat rumah sini!! Takut nanti
pesanannya malah nyasar lagi,
pikirnya cemas.
….
Ah, tanya mbak tadi saja
lah, ucap Kinan akhirnya, lalu
turun ke dapur. Di sana, ia
melihat pembantu yang tadi
sedang membereskan meja
makan.
Mbak, maaf mau tanya.
Mbak tahu alamat rumah ini?
tanya Kinan dengan nada
lembut.
Pembantu itu tersenyum
ramah. Iya, tahu, Mbak Kinan.
Ada apa, ya?
Aku mau pesan makanan
online, Mbak. Bisa bantu
tuliskan alamatnya? ujar Kinan.
Pembantu itu mengangguk,
lalu menuliskan alamat rumah
di ponsel Kinan. Setelah
menerima informasi tersebut,
Kinan mengucapkan terima
kasih dan berjalan menuju
ruang tengah, seraya menunggu
es buahnya datang. Karena
tubuhnya masih lemas, ia
berbaring di sofa dan tanpa
sadar tertdur.
….
Aryo, yang baru saja pulang
dari kantor, melihat Kinan
berbaring di sofa. Ia merasa
heran, lalu menghampirinya.
Dengan perlahan, Aryo
menggyangkan lengan Kinan.
Bangun, hei. Kenapa kamu
tdur di sini? tanya Aryo
dengan nada datar.
Kinan, yang baru saja
memejamkan mata, terbangun
perlahan. Mas Aryo…
jawabnya sambil mengucek
mata.
Ngapain tdur di sini? ayo
kita pindah ke kamar aja. Nggak
nyaman tidur di sofa kayak gini.
Nanti badanmu malah sakit,
ujar Aryo lagi.
Kinan tersenyum kecil.
Nggak apa-apa kok, Mas. Aku
masih nunggu pesanan aja,
jawabnya.
Pesanan apa? tanya Aryo
heran.
?
Tak lama, pembantu yang
tadi membantu Kinan datang
membawa pesanannya. Mbak
Kinan, ini makanannya sudah
sampai. Mau dimakan sekarang
Iya, Mbak. Tolong taruh di
mangkok ya, jawab Kinan
dengan nada riang.
Mas…aku makan dulu ya!!
tutur Kinan yang kemudian
berjalan menuju meja makan.
Aryo hanya memperhatikan
Kinan yang langsung menuju
meja makan. Ia memutuskan
untuk mengikuti Kinan dan
duduk di sampingnya. la
memperhatikan istrinya
menikmati es buah dengan
lahap.
…
Kinan, yang sadar Aryo
memperhatikannya, menoleh
sambil bertanya, Mas Aryo mau
es buah nggak?
Aryo menggeleng. Nggak.
Mas Aryo nggak suka es buah,
jawabnya singkat.
Kinan hanya mengangguk,
lalu melanjutkan makan hingga
mangkoknya kosong.
Alhamdulillah, akhirnya
kenyangjuga, ucapnya lega.
Aryo tersenyum kecil
melihat Kinan. Emang kamu
tadi belum makan? tanyanya
iseng.
Kinan mengangguk pelan.
Iya, Mas. Dari tadi aku mual saat
makan nasi. Nggak tahu kenapa
, jawabnya. Tadi pagi nenek
kasih aku jus sayur dan buah,
tapi aku nggak suka. Malah
muntah. Siang tadi aku coba
makan nasi sama sop, mual lagi.
Jadi ya dari siang belum makan
apa-apa…
Aryo menghela napas
panjang. Seharian belum
makan terus langsung makan es
buah? Perutmu nanti sakit,
Kinan? ucapnya sambil
menatap Kinan khawatir.
Perutku tadi lapar banget,
Mas. Tapi tiap makan nasi selalu
mual. Aku juga bingung kenapa
tiba-tiba pengen es buah, ujar
Kinan sambil cemberut, takut
dimarahi Aryo.
Aryo mengangguk pelan,
lalu menatap Kinan serius.
Kalau kamu masih mual terus,
kita ke dokter aja ya. Jangan
dibiarkan. Kamu harus tetap
makan makanan yang bergizi,
bukan cuma es buah, katanya
dengan nada menasihati.
Kinan terdiam sejenak, lalu
mengangguk. Dalam hati, ia
merasa lega ada yang
memperhatikannya, meski ia
sendiri masih bingung dengan
perubahan yang terjadi pada
tbuhnya hari ini.
…
Saat makan malam
berlangsung, suasana di meja
makan keluarga Aryo terasa
agak hening. Kinan terlihat
hanya mengaduk-aduk
makanan di piringnya tanpa
sedikit pun berniat
menyuapinya. Bau makanan
saja sudah cukup membuatnya
mual, apalagi memakannya.
Nenek Lasmi, yang
memperhatikan gerak-gerik
Kinan, akhirnya bertanya,
Kamu kenapa, Kinan? Apa kamu
nggak suka makanannya?
Pertanyaan itu membuat
perhatian semua orang di meja
makan tertuju pada Kinan,
termasuk Bu Kartika yang
langsung menatapnya dengan
sinis.
Dengan nada sungkan,
Kinan menjawab, Enggak, Nek.
Perut Kinan masih nggak enak,
jadi Kinan nggak nafsu makan.
Nenek Lasmi mengangguk
paham, lalu berkata, Kalau
nggak suka, nggak usah
dimakan. Kamu bilang saja mau
makan apa, nanti Mbak Wati
masakkan untukmu.
….
Aku pengen makan sate,
Nek.jawab Kinan pelan.
Nenek Lasmi tertawa kecil
mendengar itu. Wah, kalau
sate, di rumah ini kita nggak ada
arang buat bakar. Jadi, nggak
bisa bikin sendiri. Tapi kalau
mau beli, ya nggak apa-apa, biar
dibelikan pak Ujang, ucapnya.
Namun, Kinan langsung
menambahkan, Nggak usah
Nek. Aku mau beli sate sendiri
dan makan di tempat.
Aryo, yang sejak tadi hanya
diam, tiba-tiba menyahut,
Yasudah…ayo, aku antarkan
beli sate.
Kinan menoleh dan
tersenyum senang, lalu
mengangguk. Setelah
berpamitan pada Nenek semua
orang, mereka berdua bersiap
pergi.
Di dalam mobil, Aryo
bertanya sambil menyetir,
Kamu mau beli sate di mana?
Kinan menjawab dengan
semangat, Di dekat kampus,
Mas. Katanya sate di sana enak.
Aryo mengernyit heran.
Dekat kampus? Di sana ada
restoran sate, ya? tanyanya.
Kinan terkekeh pelan.
Bukan restoran, Mas. Warung
sate pinggir jalan, jawabnya
santai.
Aryo hanya terdiam, merasa
agak ragu. Tapi dia tetap
mengemudikan mobil menuju
lokasi yang disebutkan Kinan.
Saat mereka tiba di tempat
penjual sate, Aryo memarkir
mobil di pinggir jalan dan
mengamati sekeliling. Warung
sate itu terlihat sangat
sederhana, dengan
bangku-bangku kayu. Aryo
menatap lokasi itu dengan
ekspresi ragu.
Kamu yakin mau makan di
sini? tanya Aryo, sedikit
khawatir.
…
Iya, Mas. Kayaknya ini
tempatnya, jawab Kinan
dengan penuh keyakinan.
Kinan langsung membuka
pintu mobil dan keluar. Dia
menoleh ke arah Aryo dan
bertanya, Mas Aryo nggak mau
turun?
Aryo terdiam sejenak,
mengamati keramaian warung
yang didominasi laki-laki.
Dalam hati, ia merasa tak
mungkin membiarkan Kinan
makan sendiri di tempat seperti
itu. Akhirnya, meski dengan
enggan, Aryo keluar dari mobil
dan mengikutinya.
Di dalam warung, Kinan
dengan semangat memesan sate
ayam lengkap dengan lontong
dan sambal kacang. Aryo hanya
duduk di sampingnya, sesekali
menepuk kakinya, karena
banyak nyamuk.
Ketika sate datang, Kinan
mulai makan dengan lahap.
Mas, enak banget ini! Coba, deh
kata Kinan sambil
menyodorkan sepotong sate ke
arah Aryo.
Aryo menatap sate itu
dengan ragu, lalu berkata, Aku
nggak lapar, kamu aja yang
makan.
Mas Aryo emang nggak
pernah makan sate di sini?
Padahal sate di sini terkenal, loh.
Banyak anak kampus yang suka
jajan di sini. ujar Kinan sambil
menikmati satenya.
Aryo menggeleng pelan.
Nggak, Kinan. Aku nggak suka
jajan di warung makan pinggir
jalan kayak gini.
…
Kinan berhenti sejenak,
menatap Aryo dengan heran.
Emang Mas Aryo nggak pernah
jajan? Kasian banget sih, Mas,
ucapnya setengah bercanda.
Aryo tersenyum tipis lalu
mengambil tisu, dan mengelap
bibir Kinan yang belepotan
sambel kacang. Aku biasanya
kalau jajan atau makan di luar
pasti belinya di restoran atau
kafe. Aku nggak pernah makan
di tempat pinggir jalan kayak
gini, jawabnya santai.
Kinan menggelengkan
kepala sambil tersenyum. Mas
Aryo ini hidupnya terlalu
mewah. Padahal makanan di
pinggir jalan itu enak banget,
loh. Kalau nggak nyobain, Mas
rugi, ucapnya sambil memakan
lontongnya.
Ya, mungkin buat kamu
enak. Tapi aku nggak terbiasa,
Aryo menjawab dengan nada
datar.
Kinan tersenyum kecil dan
melanjutkan, Mas, coba deh
sekali-sekali belajar menikmati
makanan sederhana kayak gini.
Biar tahu rasanya hidup lebih
santai dan berbaur dengan
banyak orang. Enak tau Mas.
Aryo hanya diam
mendengar ucapan Kinan.
Meski tampak cuek, ia
diam-diam memikirkan
kata-kata Kinan. Ada sesuatu
dalam caranya berbicara yang
membuat Aryo mulai melihat
sisi lain dari hidup sederhana
yang selama ini ia hindari.
Lalu Kinan mengambil satu
tusuk sate dan mengarahkannya
ke mulut Aryo,Coba satu aja,
Mas. Biar tahu kalau rasanya
enak.
Dengan enggan, Aryo
akhirnya mengambil sepotong
sate dan mencicipinya.
Ekspresinya berubah seketika.
Hmm, ternyata enak juga,
katanya sambil mengangguk
kecil.
Melihat Aryo akhirnya
mencicipi makanannya, Kinan
tersenyum puas. Suasana
mereka pun menjadi lebih
santai, meskipun Aryo tetap
sesekali melirik sekeliling untuk
memastikan situasi anman.
Setelah selesai makan, Aryo
langsung membayar semuanya
dan mengajak Kinan kembali ke
mobil. Setelah keluar dari
warung sate, Aryo berkata,
Lain kali kalau ngidam sate, kita
beli bungkus aja. Makan di
rumah lebih nyaman. Disini
banyak nyamuk, dan tempatnya
kurang bersih.
..
Kinan tertawa kecil sambil
menjawab, Tapi makannya
kurang enak, kalau nggak
sambil mencium bau asapnya
mas.
Aryo hanya menggeleng
pelan sambil tersenyum, Ya
besok kalau beli sate, sama
asapnya sekalian dibungkus.
Kinan pun tertawa mendengar
Ucapan Aryo. Di balik
kekesalannya, ia diam-diam lega
melihat Kinan akhirnya makan
dengan lahap.
Saat hendak masuk ke
dalam mobil, terdengar suara
memanggil Kinan dari belakang.
Kinan dan Aryo pun menoleh,
dan terlihat seorang perempuan
melambaikan tangan sambil
mendekat. Rosa! seru Kinan,
mengenali teman kuliahnya
yang satu jurusan.
Rosa tersenyum lebar,
namun saat melihat Aryo, dia
sedikit kaget. Dia lalu menyapa
Aryo dengan sopan. Ekh…
Malam, Pak Aryo, ucapnya
sambil menunduk sedikit. Aryo
hanya membalas dengan
senyum tipis, tidak berkata
apa-apa.
….
Rosa lalu memperhatikan
kantong plastik yang dibawa
Kinan. Kamu habis beli sate,
Kinan? Kok bisa bareng sama
Pak Aryo? tanyanya penmasaran.
Kinan mendadak gugup dan
gelagapan mencari jawaban.
Itu.. anu… tadi kebetulan Mas
Aryo nganterin aku beli sate,
jawab Kinan dengan senyum
canggung.
Rosa terlihat semakin
bingung. Mas Aryo? tanyanya,
suaranya penuh rasa penasaran.
Merasa terdesak, Kinan
buru-buru mencari alasan.
Ehm… Pak Aryo ini sebenarnya
kakak sepupuku. Kami saudara,
katanya, berharap Rosa tidak
akan bertanya lebih jauh. Tadi
kebetulan aku main ke rumah
Pak Aryo, terus dia sekalian
nganterin aku beli sate.
Rosa mengangguk perlahan,
tampak mulai mengerti. Oh,
pantesan. Tapi kenapa kamu
nggak pernah bilang kalau Pak
Aryo ini sepupumu? tanya Rosa
sambil melirik Aryo dengan
malu-malu.
Aryo yang sejak tadi diam
hanya melirik Kinan sekilas,
seolah bertanya-tanya dalam
hati kenapa istrinya memilih
berbohong.
Merasa situasinya semakin
tidak nyaman, Kinan buru-buru
berpamitan. Aku pulang dulu
ya, Rosa. Soalnya takut
kemalaman sampai rumah,
ucapnya cepat, mencoba
menghindari lebih banyak
pertanyaan.
Oh, iya, hati-hati ya,
jawab Rosa sambil tersenyum
kecil, masih sesekali melirik
Aryo.
…
Kinan dan Aryo pun masuk
ke mobil. Sepanjang perjalanan,
Aryo diam saja, tetapi raut
wajahnya menunjukkan bahwa
dia sedang marah saat ini.
Kinan, yang duduk di
sebelahnya, hanya menunduk,
merasakan hawa dingin
menguar diantara merelka.
NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts