Skip to content
LahanBasah

LahanBasah

JANGAN OM (PART36)

Posted on June 4, 2025 By admin

JANGAN OM (PART36)

Isi Postingan:

JANGAN OM PART36

…

.

.

Di ruang perawatan yang

sunyi, Aryo duduk di tepi

ranjang Kinan. Dia

menggenggam tangan istrinya

yang dingin, mencoba

menyalurkan ketenangan di

tengah rasa bersalah yang

menghantuinya.

Maafkan aku, Kinan,

katanya lirih, suaranya bergetar.

Aku hampir saja

mencelkakanmu… dan anak

kita. Aku benar-benar menyesal

 

Kinan membuka matanya

perlahan, meskipun tubuhnya

masih lemah. Kata-kata Aryo

membuatnya sedikit terkejut.

Mas… Mas Aryo sudah tahu

kalau aku hamil? tanyanya

pelan.

Aryo mengangguk,

tatapannya penuh dengan

penyesalan. Iya, aku sudah

tahu, Kinan. Tapi kenapa?

Kenapa kamu merahasiakan hal

ini dariku? tanyanya, suaranya

terdengar kecewa.

Air mata mulai mengalir di

pipi Kinan. Maafkan aku, Mas.

Aku tidak berani mengatakan

padamu kalau aku sedang hamil.

Aku takut… aku takut kamu

menolak anak ini, ucapnya di

antara isakan.

Aryo terdiam beberapa saat,

mencerna kata-kata itu.

Ekspresinya berubah, dari

kecewa menjadi tersentuh, lalu

kesal terhadap dirinya sendiri.

Apa maksudmu, Kinan? Aku

sudah lama menantikan anak

ini. Bagaimana bisa kamu

berpikir aku akan menolaknya?

Kinan hanya menangis

lebih keras. Tapi….Mas Aryo

sudah akan mempunyai anak

sendiri kan? Aku takut, kalau

kemudian mas Aryo menolak

anakku.

Aryo menghapus air mata di

pipi Kinan dengan lembut. Dia

mengernyitkan dahinya karena

bingung dengan ucapan Kinan

Anak sendiri? Maksud kamu

apa Kinan?

 

Bukankah Mbak Siska…..

namun belum sempat Kinan

menyelesaikan perkataannya

tiba-tiba pintu ruangan rawat

inapnya tiba-tiba terbuka. Bu

Yati masuk dengan tergesa-gesa,

diikuti oleh Dimas yang berjalan

di belakangnya. Sebelumnya,

saat perjalanan ke rumah sakit,

Bu Yati sempat menjemput

Dimas di sekolah.

Kinan, kamu kenapa,

Nduk? Kok bisa sampai dibawa

ke rumah sakit begini? tanya

Bu Yati dengan nada cemas. Ia

langsung menghampiri Kinan

yang terbaring di ranjang

rumah sakit.

..

Kinan tersenyum kecil

sambil mengelus punggung

tangan Bu Yati. Kinan nggak

apa-apa, Bu. Cuma kecapekan

aja, jawabnya dengan suara

lembut.

Bu Yati memandang Kinan

dengan penuh kekhawatiran.

Apa perutmu masih sakit, Nduk

? tanyanya lagi sambil

mengelus lembut perut Kinan.

Udah nggak apa-apa kok,

Bu. Nggak terlalu sakit kayak

tadi, ujar Kinan menenangkan.

Bu Yati menghela napas

lega. Pandangannya kemudian

beralih ke arah seorang pria

yang berdiri tak jauh dari

tempat tidur Kinan. Pria itu

tampak tenang, namun terselip

senyum tipis dibibrnya.

Dia siapa, Nduk? tanya Bu

Yati kepada Kinan, melirik

kearah pria itu.

Kinan menoleh ke arah pria

tersebut, lalu menjawab pelan,

Kenalin Bu, Ini Mas Aryo. Suami

Kinan.

Bu Yati terkejut, namun tak

lama kemudian senyumnya

mengembang. Aryo pun maju

mendekati mertuanya, lalu

menjabat tangan Bu Yati dengan

sopan.

Saya Aryo, Bu. Suaminya

Kinan. Senang bisa bertemu

dengan Ibu, sapa Aryo dengan

ramah.

Oalah, kamu Nak Aryo,

suaminya Kinan? Akhirnya kita

bisa ketemu ya nak. Bu Yati

menatapnya dengan senyum

ramah. Makasih ya, Nak Aryo.

Dulu kamu sudah banyak

membantu ibu dan Dimas,

ucapnya tulus.

…

Aryo tersenyum kecil.

Sama-sama, Bu. Kita kan sudah

jadi keluarga sekarang,

balasnya hangat.

Bu Yati memandang Aryo

dengan rasa penasaran yang

masih terlihat jelas di wajahnya.

Loh, Nak Aryo, kapan kamu

datang ke sini? Kok bisa tahu

kalau Kinan tinggal di sini?

tanyanya.

Aryo tersenyum tipis,

mencoba menjelaskan. Sudah

beberapa minggu ini saya

mencari keberadaan Kinan, Bu.

Akhirnya baru dapat info

kemarin dari anak buah saya,

kalau Kinan tinggal di kota ini.

Tadi malam saya langsung

berangkat kesini jawabnya

pelan.

Bu Yati terkejut, namun

segera menyambung, Wah,

kebetulan sekali ya, pas Kinan

sakit, Nak Aryo ada di sini.

Soalnya dari tadi malam Kinan

sudah mengeluh perutnya sakit.

Tapi waktu Ibu mau anterin

periksa, dia nggak mau,

ceritanya dengan nada sedikit

menyalahkan, meski penuh

kasih.

Mendengar itu, Aryo

terdiam sejenak. Hatinya

mencelos. Rasa bersalah yang

sejak tadi menghantuinya

semakin menguat. Ternyata

Kinan sudah merasakan sakit

sejak tadi malam, namun

memilih diam. Ia merasa

semakin buruk mengingat

perlakuan kasarnya tadi pada

Kinan, yang ikut memperburuk

kondisi Kinan.

Maaf, Bu… Saya nggak

tahu kalau Kinan sudah merasa

sakit sejak tadi malam, ujar

Aryo dengan suara yang penuh

penyesalan. Seharusnya saya

bisa datang lebih cepat,

lanjutnya, menundukkan

kepala.

..

Bu Yati menepuk lembut

bahu Aryo. Sudah, Nak. Yang

penting sekarang Kinan sudah

di rumah sakit dan dapat

perawatan. Nggak usah terlalu

menyalahkan diri, ucapnya

menenangkan. Yang penting,

kamu di sini sekarang untuk

Kinan.

Aryo hanya mengangguk

pelan, bertekad dalam hati

untuk menjaga Kinan lebih baik

ke depannya.

 

 

 

Setelah memastikan Kinan

dalam kondisi baik-baik saja dan

aman di bawah pengawasan

Aryo, Bu Yati pun memutuskan

untuk pulang saat hari sudah

malam. Nduk, Ibu dan Dimas

pulang dulu ya!! Dimas besok

harus sekolah. Kasihan kalau

dia harus ikut menginap di

rumah sakit, ujar Bu Yati

lembut, sambil menatap

putrinya yang masih terbaring

lemah di ranjang.

Kinan mengangguk pelan.

Iya, Bu. Kinan nggak apa-apa.

Hati-hati di jalan, ucapnya

dengan suara lembut, tak ingin

membebani ibunya lebih jauh.

Setelah memberikan pelukan

singkat, Bu Yati dan Dimas

meninggalkan ruangan.

Setelah kepergian bu Yati

dan Dimas, kini suasana kamar

menjadi hening. Tak ada suara

selain deru lembut AC dan detak

jam dinding. Aryo duduk di

kursi di sudut ruangan,

sementara Kinan hanya

memandangi langit-langit.

Keheningan itu membuat

mereka tenggelam dalam

pikiran masing-masing, hingga

akhirnya Aryo memecah

kebisuan.

….

Tidurlah, Kinan. Kamu

harus banyak istirahat. Aku

nggak mau kamu kecapekan dan

tambah sakit, ucap Aryo

dengan nada perhatian.

Kinan menoleh, lalu

menggeleng pelan. Aku nggak

bisa tidur, Mas. Tadi siang aku

sudah tidur lama, sekarang

belum ngantuk, jawabnya jujur.

Aryo bangkit dari kursinya

dan mendekati ranjang. Ia

duduk di sisi Kinan,

menatapnya dengan sorot mata

yang penuh emosi. Ia

mengulurkan tangan dan

menggenggam tangan kanan

Kinan dengan lembut.

Kinan…katakan padaku,

Aryo memulai dengan suara

berat. Kenapa kamu memilih

pergi? Kenapa kamu

menyembunyikan

kehamilanmu? Padahal kamu

tahu, ini adalah hal yang paling

aku nantikan selama ini, Aryo

kembali menanyakan

pertanyaan itu kepada Kinan.

Dia masih penasaran, dengan

jawaban Kinan tadi yang belum

selesai, karena kedatangan

mertua dan adik iparnya

Kinan terdiam. Mata

beningnya mulai berkaca-kaca.

Ia memandang Aryo dengan

serius, lalu akhirnya berkata

dengan suara yang hampir tak

terdengar. Bukankah Mas Aryo

sudah akan memiliki anak

bersama Mbak Siska? Kenapa

Mas Aryo masih menginginkan

anak dariku? tanyanya lirih, air

mata mulai mengalir di pipinya.

Aryo tercengang

mendengar kata-kata Kinan. Ia

mengernyitkan alis, bingung.

Anak dari Siska? Siapa yang

bilang hal itu? tanyanya heran.

Aku bahkan nggak tahu

apa-apa soal itu. Lagi pula, Siska

tidak mungkin hamil.

Kinan tertegun, hatinya

berdesir antara bingung dan tak

percaya. Ia menatap Aryo dalam

diam, mencari kebenaran dalam

sorot matanya. Tapi… Mbak

Siska sendiri yang bilang

padaku, Mas, bisiknya,

suaranya masih bergetar.

Aryo menghela napas

panjang, menenangkan dirinya.

Kinan, Siska dan aku….

hubungan kami sudah lama

renggang. Bahkan semenjak

menikah denganmu, aku selalu

menggunakan pengaman saat

berhubungan dengannya,

ucapnya menenangkan Kinan.

Kinan tertegun mendengar

penjelasan Aryo. Hatinya mulai

merasa ada sesuatu yang tak

beres dengan semua yang ia

percayai selama ini. Ia menarik

napas dalam, mencoba

merangkai kata-kata. Mas Aryo

yakin kalau Mbak Siska nggak

hamil? tanyanya, memastikan.

Aryo mengangguk mantap.

…

Aku yakin, Kinan. Dari dulu,

Siska memang tidak pernah mau

hamil. Dia berambisi menjadi

model internasional dan sangat

menjaga penampilannya. Dia

bilang kehamilan bisa merusak

tubuhnya. Karena itulah selama

ini kami tidak memiliki anak.

Aryo menatap Kinan

dengan sorot mata penuh rasa

bersalah, lalu melanjutkan,

Tapi karena keluargaku,

terutama nenekku, sangat

menginginkan cicit, aku

memutuskan untuk menikah

lagi dan mencari istri lagi yang

bersedia memberiku seorang

anak. Namun, setelah

keinginanku hampir terwujud,

kamu malah pergi tanpa

memberitahuku tentang

kehamilanmu. Itu yang

membuatku sangat marah

padamu, Kinan.

Kinan merasa sesak

mendengar pengakuan Aryo. Ia

kini menyadari bahwa Siska

telah membohonginya selama

ini. Namun, rasa bersalah juga

menghampirinya. Dengan suara

pelan, ia berkata, Maafkan aku,

Mas. Aku sudah salah paham

dan memilih pergi darimu. Tapi,

aku sebenarnya tidak pernah

berniat menyembunyikan

kehamilanku. Hanya saja…

karena Mbak Siska bilang kalau

dia sedang hamil anakmu, aku

jadi takut. Aku takut kalau

sampai kamu menolak anak ini,

Mas. Aku belum siap untuk itu.’

Aryo menghela napas

panjang, lalu menggenggam

tangan Kinan dengan lembut.

Kinan, walaupun Siska

benar-benar hamil sekalipun,

aku tidak mungkin menolak

anakku sendiri, apalagi anak

darimu. Kamu harus tahu itu.

Jadi, jangan pernah berpikir

untuk pergi lagi dariku,

katanya penuh ketegasan.

Air mata Kinan kembali

mengalir, tapi kali ini bukan

karena kesedihan, melainkan

kelegaan. Ia mengangguk pelan,

lalu memeluk Aryo erat. Aryo

pun membalasnya dengan

senyum hangat, bertekad untuk

menjaga Kinan dan anak mereka

tanpa pernah lagi membiarkan

kesalahpahaman memisahkan

mereka.

 

Setelah beberapa hari

dirawat di rumah sakit, kondisi

Kinan akhirnya stabil. Dokter

mengizinkannya pulang hari ini,

Aryo pun mengantarnya

kembali ke rumah Kinan. Saat

tiba di rumah, Aryo langsung

mengutarakan niatnya.

Kinan, kita pulang ke Jogja

saja, ya. Besok kita berangkat,

ucap Aryo tegas namun lembut.

Kinan tampak ragu. Tapi

aku takut, Mas. Bagaimana

kalau Mbak Siska marah padaku

karena aku kembali sama Mas

Aryo? tanyanya dengan nada

cemas.

Aryo tersenyum tipis dan

menggenggam tangan Kinan.

Tidak usah memikirkan Siska.

Biar aku yang mengurus

semuanya. Sekarang, kamu

hanya perlu fokus pada

kandunganmu dan

kesehatanmu, jawabnya

dengan penuh keyakinan.

Kinan kemudian menoleh

 

ke arah Bu Yati dan Dimas yang

duduk di dekatnya. Ia ingin

meminta pendapat ibunya.

Bagaimana, Bu? Apakah ibu

setuju, kalau kita pulang ke

Jogja lagi? tanyanya dengan

nada lembut.

Bu Yati tersenyum bijak,

menatap putrinya dengan

penuh kasih. Ibu nurut saja

sama kamu, Nduk. Kalau kamu

mau pulang ke Jogja, Ibu setuju.

Tapi kalau kamu masih ingin di

sini, juga tidak apa-apa. Yang

penting kamu bahagia. Apapun

pilihanmu, Ibu akan ikut

denganmu, ujar Bu Yati tulus.

….

Namun, ia melanjutkan dengan

saran, Tapi, menurut Ibu, lebih

baik kamu pulang ke Jogja saja.

Kasihan Nak Aryo kalau harus

bolak-balik Jogja-Bandung

terus. Apalagi Nak Aryo ini kan

orang sibuk.

Mendengar jawaban ibunya,

Kinan merasa lebih tenang. Ia

menatap Aryo, lalu mengangguk

pelan. Baiklah, Mas. Aku setuju

untuk ikut pulang ke Jogja,

ucapnya akhirnya.

Aryo tersenyum lebar,

terlihat sangat lega dan bahagia.

Ia meraih Kinan ke dalam

pelukannya dengan penuh rasa

syukur. Terima kasih, Kinan,

bisiknya penuh kebahagiaan.

Keputusan itu menjadi awal

baru bagi mereka,

meninggalkan kesalahpahaman

dan luka lama untuk memulai

perjalanan yang lebih baik

bersama.

 

..

Keesokan paginya, Aryo,

Kinan, Bu Yati, dan Dimas

bersama beberapa anak buah

Aryo bersiap menuju bandara

untuk kembali ke Jogja. Kinan

merasa bahagia karena akhirnya

ia bisa kembali ke rumah

bersama Aryo. Namun, di balik

senyumnya, ada sedikit rasa

gugup dan takut yang

menghantuinya.

Pikirannya dipenuhi

kekhawatiran Bagaimana kalau

Mbak Siska datang lagi?

Bagaimana kalau dia marah

karena aku kembali ke sisi Mas

Aryo? Tapi Kinan menguatkan

tekadnya. Kali ini, ia tidak akan

pergi lagi. Ia sudah berjanji pada

dirinya sendiri bahwa ia akan

bertahan, karena Aryo adalah

suaminya, dan ia juga berhak

atas cinta Aryo.

Sementara itu, di tempat

lain, Siska sedang berada di

rumahnya. Ia baru saja

menerima kabar bahwa Aryo

dan Kinan akan kembali ke

Jogja pagi ini. Wajahnya yang

cantik berubah masam. Amarah

menguasai pikirannya,

membuatnya melemparkan

benda yang ada di dekatnya ke

lantai.

Sialan! Brengsek kamu,

Kinan! Kenapa kamu kembali

lagi?! teriaknya, matanya

penuh kebencian. Ia berjalan

mondar-mandir di ruang tamu,

jantungnya berdegup kencang

karena amarah yang membara.

Aryo adalah miliknya. Ia

tidak bisa menerima kenyataan

bahwa Kinan telah kembali ke

sisi suaminya. Siska

mengepalkan tangan dan

menggertakkan gigi, lalu

bergumam dengan suara rendah

tapi penuh kebencian, Aku

akan membuatmu menyesal,

Kinan. Kamu tidak akan pernah

bahagia. Aryo adalah milikku.

Tidak ada yang boleh

mengambilnya dariku.

Siska kemudian duduk

dengan tenang, tetapi matanya

memancarkan niat buruk.

Sebuah rencana jahat mulai

terbentuk di benaknya. Dengan

senyum tipis yang penuh

kebencian, ia bersumpah dalam

hatinya bahwa ia tidak akan

membiarkan Kinan merebut

Aryo darinya tanpa perlawanan.

Tunggu saja, Kinan,

gumamnya sambil menyeringai.

Aku akan pastikan kau

menyesali keputusanmu

kembali ke Jogja.

NoteL..i..k.e..mu penyemangat Mimin


Related: Explore more posts

Kisah Menarik Tags:Cerita Basah, Cerita Dewasa, Cerita Panas, Cerita Seru, Kisah Basah, Kisah Seru

Post navigation

Previous Post: JANGAN OM (PART 37)
Next Post: JANGAN OM (PART35)

Related Posts

JANGAN OM (PART33) Kisah Menarik
inspired by ENNY ARROW Kisah Menarik
TERDIAM DALAM TAKDIR (PART35) Kisah Menarik
Lihat saluran untuk info terkini! Kisah Menarik
JANGAN OM (PART66) Kisah Menarik
TETANGGA MENGGODA (PART23) Kisah Menarik

Recent Posts

  • Judul : Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Judul: Rahasia di Balik Ruang Meeting
  • Judul: “Rahasia di Balik Ruang Meeting”
  • ***ENNY ARROW ***

Recent Comments

No comments to show.

Archives

  • June 2025

Categories

  • Kisah Menarik

Copyright © 2025 LahanBasah.

Powered by PressBook Grid Dark theme