JANGAN OM (PART36)
Isi Postingan:
JANGAN OM PART36
…
.
.
Di ruang perawatan yang
sunyi, Aryo duduk di tepi
ranjang Kinan. Dia
menggenggam tangan istrinya
yang dingin, mencoba
menyalurkan ketenangan di
tengah rasa bersalah yang
menghantuinya.
Maafkan aku, Kinan,
katanya lirih, suaranya bergetar.
Aku hampir saja
mencelkakanmu… dan anak
kita. Aku benar-benar menyesal
Kinan membuka matanya
perlahan, meskipun tubuhnya
masih lemah. Kata-kata Aryo
membuatnya sedikit terkejut.
Mas… Mas Aryo sudah tahu
kalau aku hamil? tanyanya
pelan.
Aryo mengangguk,
tatapannya penuh dengan
penyesalan. Iya, aku sudah
tahu, Kinan. Tapi kenapa?
Kenapa kamu merahasiakan hal
ini dariku? tanyanya, suaranya
terdengar kecewa.
Air mata mulai mengalir di
pipi Kinan. Maafkan aku, Mas.
Aku tidak berani mengatakan
padamu kalau aku sedang hamil.
Aku takut… aku takut kamu
menolak anak ini, ucapnya di
antara isakan.
Aryo terdiam beberapa saat,
mencerna kata-kata itu.
Ekspresinya berubah, dari
kecewa menjadi tersentuh, lalu
kesal terhadap dirinya sendiri.
Apa maksudmu, Kinan? Aku
sudah lama menantikan anak
ini. Bagaimana bisa kamu
berpikir aku akan menolaknya?
Kinan hanya menangis
lebih keras. Tapi….Mas Aryo
sudah akan mempunyai anak
sendiri kan? Aku takut, kalau
kemudian mas Aryo menolak
anakku.
Aryo menghapus air mata di
pipi Kinan dengan lembut. Dia
mengernyitkan dahinya karena
bingung dengan ucapan Kinan
Anak sendiri? Maksud kamu
apa Kinan?
Bukankah Mbak Siska…..
namun belum sempat Kinan
menyelesaikan perkataannya
tiba-tiba pintu ruangan rawat
inapnya tiba-tiba terbuka. Bu
Yati masuk dengan tergesa-gesa,
diikuti oleh Dimas yang berjalan
di belakangnya. Sebelumnya,
saat perjalanan ke rumah sakit,
Bu Yati sempat menjemput
Dimas di sekolah.
Kinan, kamu kenapa,
Nduk? Kok bisa sampai dibawa
ke rumah sakit begini? tanya
Bu Yati dengan nada cemas. Ia
langsung menghampiri Kinan
yang terbaring di ranjang
rumah sakit.
..
Kinan tersenyum kecil
sambil mengelus punggung
tangan Bu Yati. Kinan nggak
apa-apa, Bu. Cuma kecapekan
aja, jawabnya dengan suara
lembut.
Bu Yati memandang Kinan
dengan penuh kekhawatiran.
Apa perutmu masih sakit, Nduk
? tanyanya lagi sambil
mengelus lembut perut Kinan.
Udah nggak apa-apa kok,
Bu. Nggak terlalu sakit kayak
tadi, ujar Kinan menenangkan.
Bu Yati menghela napas
lega. Pandangannya kemudian
beralih ke arah seorang pria
yang berdiri tak jauh dari
tempat tidur Kinan. Pria itu
tampak tenang, namun terselip
senyum tipis dibibrnya.
Dia siapa, Nduk? tanya Bu
Yati kepada Kinan, melirik
kearah pria itu.
Kinan menoleh ke arah pria
tersebut, lalu menjawab pelan,
Kenalin Bu, Ini Mas Aryo. Suami
Kinan.
Bu Yati terkejut, namun tak
lama kemudian senyumnya
mengembang. Aryo pun maju
mendekati mertuanya, lalu
menjabat tangan Bu Yati dengan
sopan.
Saya Aryo, Bu. Suaminya
Kinan. Senang bisa bertemu
dengan Ibu, sapa Aryo dengan
ramah.
Oalah, kamu Nak Aryo,
suaminya Kinan? Akhirnya kita
bisa ketemu ya nak. Bu Yati
menatapnya dengan senyum
ramah. Makasih ya, Nak Aryo.
Dulu kamu sudah banyak
membantu ibu dan Dimas,
ucapnya tulus.
…
Aryo tersenyum kecil.
Sama-sama, Bu. Kita kan sudah
jadi keluarga sekarang,
balasnya hangat.
Bu Yati memandang Aryo
dengan rasa penasaran yang
masih terlihat jelas di wajahnya.
Loh, Nak Aryo, kapan kamu
datang ke sini? Kok bisa tahu
kalau Kinan tinggal di sini?
tanyanya.
Aryo tersenyum tipis,
mencoba menjelaskan. Sudah
beberapa minggu ini saya
mencari keberadaan Kinan, Bu.
Akhirnya baru dapat info
kemarin dari anak buah saya,
kalau Kinan tinggal di kota ini.
Tadi malam saya langsung
berangkat kesini jawabnya
pelan.
Bu Yati terkejut, namun
segera menyambung, Wah,
kebetulan sekali ya, pas Kinan
sakit, Nak Aryo ada di sini.
Soalnya dari tadi malam Kinan
sudah mengeluh perutnya sakit.
Tapi waktu Ibu mau anterin
periksa, dia nggak mau,
ceritanya dengan nada sedikit
menyalahkan, meski penuh
kasih.
Mendengar itu, Aryo
terdiam sejenak. Hatinya
mencelos. Rasa bersalah yang
sejak tadi menghantuinya
semakin menguat. Ternyata
Kinan sudah merasakan sakit
sejak tadi malam, namun
memilih diam. Ia merasa
semakin buruk mengingat
perlakuan kasarnya tadi pada
Kinan, yang ikut memperburuk
kondisi Kinan.
Maaf, Bu… Saya nggak
tahu kalau Kinan sudah merasa
sakit sejak tadi malam, ujar
Aryo dengan suara yang penuh
penyesalan. Seharusnya saya
bisa datang lebih cepat,
lanjutnya, menundukkan
kepala.
..
Bu Yati menepuk lembut
bahu Aryo. Sudah, Nak. Yang
penting sekarang Kinan sudah
di rumah sakit dan dapat
perawatan. Nggak usah terlalu
menyalahkan diri, ucapnya
menenangkan. Yang penting,
kamu di sini sekarang untuk
Kinan.
Aryo hanya mengangguk
pelan, bertekad dalam hati
untuk menjaga Kinan lebih baik
ke depannya.
Setelah memastikan Kinan
dalam kondisi baik-baik saja dan
aman di bawah pengawasan
Aryo, Bu Yati pun memutuskan
untuk pulang saat hari sudah
malam. Nduk, Ibu dan Dimas
pulang dulu ya!! Dimas besok
harus sekolah. Kasihan kalau
dia harus ikut menginap di
rumah sakit, ujar Bu Yati
lembut, sambil menatap
putrinya yang masih terbaring
lemah di ranjang.
Kinan mengangguk pelan.
Iya, Bu. Kinan nggak apa-apa.
Hati-hati di jalan, ucapnya
dengan suara lembut, tak ingin
membebani ibunya lebih jauh.
Setelah memberikan pelukan
singkat, Bu Yati dan Dimas
meninggalkan ruangan.
Setelah kepergian bu Yati
dan Dimas, kini suasana kamar
menjadi hening. Tak ada suara
selain deru lembut AC dan detak
jam dinding. Aryo duduk di
kursi di sudut ruangan,
sementara Kinan hanya
memandangi langit-langit.
Keheningan itu membuat
mereka tenggelam dalam
pikiran masing-masing, hingga
akhirnya Aryo memecah
kebisuan.
….
Tidurlah, Kinan. Kamu
harus banyak istirahat. Aku
nggak mau kamu kecapekan dan
tambah sakit, ucap Aryo
dengan nada perhatian.
Kinan menoleh, lalu
menggeleng pelan. Aku nggak
bisa tidur, Mas. Tadi siang aku
sudah tidur lama, sekarang
belum ngantuk, jawabnya jujur.
Aryo bangkit dari kursinya
dan mendekati ranjang. Ia
duduk di sisi Kinan,
menatapnya dengan sorot mata
yang penuh emosi. Ia
mengulurkan tangan dan
menggenggam tangan kanan
Kinan dengan lembut.
Kinan…katakan padaku,
Aryo memulai dengan suara
berat. Kenapa kamu memilih
pergi? Kenapa kamu
menyembunyikan
kehamilanmu? Padahal kamu
tahu, ini adalah hal yang paling
aku nantikan selama ini, Aryo
kembali menanyakan
pertanyaan itu kepada Kinan.
Dia masih penasaran, dengan
jawaban Kinan tadi yang belum
selesai, karena kedatangan
mertua dan adik iparnya
Kinan terdiam. Mata
beningnya mulai berkaca-kaca.
Ia memandang Aryo dengan
serius, lalu akhirnya berkata
dengan suara yang hampir tak
terdengar. Bukankah Mas Aryo
sudah akan memiliki anak
bersama Mbak Siska? Kenapa
Mas Aryo masih menginginkan
anak dariku? tanyanya lirih, air
mata mulai mengalir di pipinya.
Aryo tercengang
mendengar kata-kata Kinan. Ia
mengernyitkan alis, bingung.
Anak dari Siska? Siapa yang
bilang hal itu? tanyanya heran.
Aku bahkan nggak tahu
apa-apa soal itu. Lagi pula, Siska
tidak mungkin hamil.
Kinan tertegun, hatinya
berdesir antara bingung dan tak
percaya. Ia menatap Aryo dalam
diam, mencari kebenaran dalam
sorot matanya. Tapi… Mbak
Siska sendiri yang bilang
padaku, Mas, bisiknya,
suaranya masih bergetar.
Aryo menghela napas
panjang, menenangkan dirinya.
Kinan, Siska dan aku….
hubungan kami sudah lama
renggang. Bahkan semenjak
menikah denganmu, aku selalu
menggunakan pengaman saat
berhubungan dengannya,
ucapnya menenangkan Kinan.
Kinan tertegun mendengar
penjelasan Aryo. Hatinya mulai
merasa ada sesuatu yang tak
beres dengan semua yang ia
percayai selama ini. Ia menarik
napas dalam, mencoba
merangkai kata-kata. Mas Aryo
yakin kalau Mbak Siska nggak
hamil? tanyanya, memastikan.
Aryo mengangguk mantap.
…
Aku yakin, Kinan. Dari dulu,
Siska memang tidak pernah mau
hamil. Dia berambisi menjadi
model internasional dan sangat
menjaga penampilannya. Dia
bilang kehamilan bisa merusak
tubuhnya. Karena itulah selama
ini kami tidak memiliki anak.
Aryo menatap Kinan
dengan sorot mata penuh rasa
bersalah, lalu melanjutkan,
Tapi karena keluargaku,
terutama nenekku, sangat
menginginkan cicit, aku
memutuskan untuk menikah
lagi dan mencari istri lagi yang
bersedia memberiku seorang
anak. Namun, setelah
keinginanku hampir terwujud,
kamu malah pergi tanpa
memberitahuku tentang
kehamilanmu. Itu yang
membuatku sangat marah
padamu, Kinan.
Kinan merasa sesak
mendengar pengakuan Aryo. Ia
kini menyadari bahwa Siska
telah membohonginya selama
ini. Namun, rasa bersalah juga
menghampirinya. Dengan suara
pelan, ia berkata, Maafkan aku,
Mas. Aku sudah salah paham
dan memilih pergi darimu. Tapi,
aku sebenarnya tidak pernah
berniat menyembunyikan
kehamilanku. Hanya saja…
karena Mbak Siska bilang kalau
dia sedang hamil anakmu, aku
jadi takut. Aku takut kalau
sampai kamu menolak anak ini,
Mas. Aku belum siap untuk itu.’
Aryo menghela napas
panjang, lalu menggenggam
tangan Kinan dengan lembut.
Kinan, walaupun Siska
benar-benar hamil sekalipun,
aku tidak mungkin menolak
anakku sendiri, apalagi anak
darimu. Kamu harus tahu itu.
Jadi, jangan pernah berpikir
untuk pergi lagi dariku,
katanya penuh ketegasan.
Air mata Kinan kembali
mengalir, tapi kali ini bukan
karena kesedihan, melainkan
kelegaan. Ia mengangguk pelan,
lalu memeluk Aryo erat. Aryo
pun membalasnya dengan
senyum hangat, bertekad untuk
menjaga Kinan dan anak mereka
tanpa pernah lagi membiarkan
kesalahpahaman memisahkan
mereka.
Setelah beberapa hari
dirawat di rumah sakit, kondisi
Kinan akhirnya stabil. Dokter
mengizinkannya pulang hari ini,
Aryo pun mengantarnya
kembali ke rumah Kinan. Saat
tiba di rumah, Aryo langsung
mengutarakan niatnya.
Kinan, kita pulang ke Jogja
saja, ya. Besok kita berangkat,
ucap Aryo tegas namun lembut.
Kinan tampak ragu. Tapi
aku takut, Mas. Bagaimana
kalau Mbak Siska marah padaku
karena aku kembali sama Mas
Aryo? tanyanya dengan nada
cemas.
Aryo tersenyum tipis dan
menggenggam tangan Kinan.
Tidak usah memikirkan Siska.
Biar aku yang mengurus
semuanya. Sekarang, kamu
hanya perlu fokus pada
kandunganmu dan
kesehatanmu, jawabnya
dengan penuh keyakinan.
Kinan kemudian menoleh
ke arah Bu Yati dan Dimas yang
duduk di dekatnya. Ia ingin
meminta pendapat ibunya.
Bagaimana, Bu? Apakah ibu
setuju, kalau kita pulang ke
Jogja lagi? tanyanya dengan
nada lembut.
Bu Yati tersenyum bijak,
menatap putrinya dengan
penuh kasih. Ibu nurut saja
sama kamu, Nduk. Kalau kamu
mau pulang ke Jogja, Ibu setuju.
Tapi kalau kamu masih ingin di
sini, juga tidak apa-apa. Yang
penting kamu bahagia. Apapun
pilihanmu, Ibu akan ikut
denganmu, ujar Bu Yati tulus.
….
Namun, ia melanjutkan dengan
saran, Tapi, menurut Ibu, lebih
baik kamu pulang ke Jogja saja.
Kasihan Nak Aryo kalau harus
bolak-balik Jogja-Bandung
terus. Apalagi Nak Aryo ini kan
orang sibuk.
Mendengar jawaban ibunya,
Kinan merasa lebih tenang. Ia
menatap Aryo, lalu mengangguk
pelan. Baiklah, Mas. Aku setuju
untuk ikut pulang ke Jogja,
ucapnya akhirnya.
Aryo tersenyum lebar,
terlihat sangat lega dan bahagia.
Ia meraih Kinan ke dalam
pelukannya dengan penuh rasa
syukur. Terima kasih, Kinan,
bisiknya penuh kebahagiaan.
Keputusan itu menjadi awal
baru bagi mereka,
meninggalkan kesalahpahaman
dan luka lama untuk memulai
perjalanan yang lebih baik
bersama.
..
Keesokan paginya, Aryo,
Kinan, Bu Yati, dan Dimas
bersama beberapa anak buah
Aryo bersiap menuju bandara
untuk kembali ke Jogja. Kinan
merasa bahagia karena akhirnya
ia bisa kembali ke rumah
bersama Aryo. Namun, di balik
senyumnya, ada sedikit rasa
gugup dan takut yang
menghantuinya.
Pikirannya dipenuhi
kekhawatiran Bagaimana kalau
Mbak Siska datang lagi?
Bagaimana kalau dia marah
karena aku kembali ke sisi Mas
Aryo? Tapi Kinan menguatkan
tekadnya. Kali ini, ia tidak akan
pergi lagi. Ia sudah berjanji pada
dirinya sendiri bahwa ia akan
bertahan, karena Aryo adalah
suaminya, dan ia juga berhak
atas cinta Aryo.
Sementara itu, di tempat
lain, Siska sedang berada di
rumahnya. Ia baru saja
menerima kabar bahwa Aryo
dan Kinan akan kembali ke
Jogja pagi ini. Wajahnya yang
cantik berubah masam. Amarah
menguasai pikirannya,
membuatnya melemparkan
benda yang ada di dekatnya ke
lantai.
Sialan! Brengsek kamu,
Kinan! Kenapa kamu kembali
lagi?! teriaknya, matanya
penuh kebencian. Ia berjalan
mondar-mandir di ruang tamu,
jantungnya berdegup kencang
karena amarah yang membara.
Aryo adalah miliknya. Ia
tidak bisa menerima kenyataan
bahwa Kinan telah kembali ke
sisi suaminya. Siska
mengepalkan tangan dan
menggertakkan gigi, lalu
bergumam dengan suara rendah
tapi penuh kebencian, Aku
akan membuatmu menyesal,
Kinan. Kamu tidak akan pernah
bahagia. Aryo adalah milikku.
Tidak ada yang boleh
mengambilnya dariku.
Siska kemudian duduk
dengan tenang, tetapi matanya
memancarkan niat buruk.
Sebuah rencana jahat mulai
terbentuk di benaknya. Dengan
senyum tipis yang penuh
kebencian, ia bersumpah dalam
hatinya bahwa ia tidak akan
membiarkan Kinan merebut
Aryo darinya tanpa perlawanan.
Tunggu saja, Kinan,
gumamnya sambil menyeringai.
Aku akan pastikan kau
menyesali keputusanmu
kembali ke Jogja.
NoteL..i..k.e..mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts