JANGAN OM (PART33)
Isi Postingan:
JANGAN OM PART33
.
.
.
Siang ini Aryo duduk
termenung di ruang tamu villa.
Tatapan matanya kosong
namun penuh dengan gejolak.
Sudah dua minggu ini dia
mencari Kinan, namun belum
menemukan titik terang.
Keputusasaannya mencari
keberadaan Kinan telah
membawanya ke titik ini. Anak
buahnya telah dikerahkan ke
segala penjuru, namun sejauh
ini hasilnya nihil. Pikiran Aryo
dipenuhi tanda tanya, terutama
mengenai siapa yang membantu
Kinan melarikan diri dan
menutupi jejaknya dengan
begitu rapi.
Kemudian dia meraih
ponselnya dan menghubungi
Joni, bodyguard Kinan yang
selama ini setia mengawal
istrinya. Tak lama berselang,
Joni tiba di villa dan berdiri di
hadapannya, wajahnya tampak
cemas. Aryo melambaikan
tangannya, memberi isyarat
agar Joni duduk di kursi di
depannya.
….
Joni, Aryo memulai,
suaranya tegasS namun
mengandung ketegangan yang
tak tersembunyi, katakan
padaku secara detail, apa yang
kamu ketahui sebelum Kinan
pergi? Apakah dia sempat
bertemnu seseorang atau ada
sesuatu yang aneh darinya
sebelum dia menghilang? Tidak
mungkin Kinan tiba-tiba
menghilang begitu. Sebelumnya
kami masih baik-baik saja.
Joni terdiam sejenak. Ia
terlihat gelisah, berjuang antara
keinginan untuk jujur atau tetap
menyimpan rahasia yang
selama ini ia pendam. Melihat
wajah tuannya yang penuh
keputusasaan, Joni akhirnya
mengambil napas dalam-dalam,
memantapkan hatinya untuk
berbicara.
Tuan, katanya ragu,
sebenarnya sebelum Nona
Kinan pergi, dia sempat
bertemu seseorang. Tapi saya
selama ini tidak berani bilang
pada Anda. Saya takut Anda
salah paham… atau marah.
Aryo mengerutkan
keningnya. Rasa penasaran
memuncak, bercampur dengan
ketegangan. Bertemu siapa?
Katakan, Joni, siapa yang dia
temui sebelum pergi? desaknya,
nada suaranya mulai meninggi.
Joni menunduk sesaat,
menatap lantai sebelum
memberanikan diri untuk
bertatap mata dengan Aryo. Dia
bertemu dengan Nyonya Siska,
Tuan, ungkapnya akhirnya. Di
sebuah kafe.
Sejenak suasana di ruangan
itu terasa hening. Aryo
memandang Joni dengan
tatapan tajam, mnencoba
mencerna informasi tersebut.
Nama Siska bergema di
pikirannya, membawa
serangkaian pertanyaan baru
yang menuntut jawaban.
Aryo menggumamkan
nama itu pelan, seolah mencoba
mencernanya dengan sisa
kesabarannya. Siska…istriku
pikirnya keras, penuh
kecurigaan. Ia lalu menatap
Joni dengan tajam.
…
Apa yang mereka
bicarakan? tanyanya dingin.
Joni menggeleng, wajahnya
tampak gugup. Iya tuan,
nyonya Siska istri pertama
Anda. Saya tidak tahu, Tuan.
Tapi… Nona Kinan sempat
menangis saat berbicara dengan
Nyonya Siska. Dari apa yang
saya lihat, Nyonya Siska tampak
seperti membujuknya. Tapi saya
tidak bisa mendengar apa yang
mereka bicarakan.
Aryo mengepalkan tangan.
Amarah yang berusaha ia tahan
akhirnya pecah. Sialan!
umpatnya sambil menatap Joni
dengan tajam. Kenapa kau
tidak bilang dari dulu?
Joni menunduk, tubuhnya
sedikit gemetar. Maafkan saya,
Tuan. Saya tidak berani bilang
karena saya takut Anda salabh
paham.. dan menuduh Nyonya
Siska yang menyuruh Nona
Kinan pergi. Saya tidak punya
bukti, Tuan. Itu sebabnya saya
diam.
Aryo memejamkan mata,
mencoba menenangkan
pikirannya. Setelah beberapa
saat, ia mengangguk kecil dan
melambaikan tangan,
menyuruh Joni keluar dari
ruangan. Joni menunduk
hormat, lalu bergegas pergi.
Saat pintu tertutup, Aryo
bergumam sendiri. Siska… Jadi
dia yang membuat Kinan pergi
dariku. Kurang ajar! Kalau
sampai benar dia yang
menyuruh Kinan pergi, aku
akan buat hidupnya hancur.
Dengan tekad membara,
Aryo segera meraih ponselnya
dan menekan nomor Siska. Ia
menunggu dengan sabar hingga
akhirnya panggilan terhubung.
Halo? Ada apa, Mas? suara
Siska terdengar lembut di ujung
sana.
Aryo menahan emosinya.
Dimana kamu sekarang, Siska?
Di rumah, jawab Siska
tenang, meskipun nada
suaranya sedikit bingung.
Tanpa membuang waktu,
Aryo memutuskan panggilan
dan segera bergegas. la tahu apa
yang harus ia lakukan
mendatangi Siska dan
mendapatkan jawaban yang ia
cari. Dengan langkah cepat,
Aryo meninggalkan villa,
amarah dan rasa ingin tahu
bercampur menjadi satu di
benaknya.
….
Aryo memacu mobilnya
dengan kecepatan tinggi,
pikirannya penuh dengan
bayangan Kinan dan
pertemuannya dengan Siska.
Nama Siska terus bergema di
benaknya, seperti jerat yang
mengikat emosinya semakin
dalam. Apa alasan Siska
menemui Kinan? Apakah benar
dia yang mendorong Kinan
untuk meninggalkannya? Aryo
bertekad untuk mendapatkan
jawaban langsung dari wanita
itu.
Setibanya di rumahnya,
Aryo keluar dari mobil tanpa
menunggu. la langsung masuk
ke dalam rumah dan berteriak
memanggil istrinya. Mendengar
teriakan Aryo yang memanggil
namanya, Siska yang berada di
kamarnya pun segera keluar,
untuk menemui Aryo.
Wajahnya terlihat kaget,
melihat Aryo berdiri di ruang
tamu dengan ekspresi penuh
amarah.
Mas Aryo? Ada apa?
tanyanya, mencoba terdengar
tenang, meskipun jelas ia
merasa kaget dengan
kedatangan Aryo yang langsung
berteriak memanggilnya dengan
wajah yang sedingin es.
Tanpa basa-basi, Aryo
melangkah kearahnya yang
membuat Siska reflek ketakutan
Kita harus bicara, sekarang,
ucap Aryo tajam.
Siska menatap Aryo dengan
kebingungan, namun akhirnya
dia menurut dan duduk didepan
Aryo.Mas, ada apa sebenarnya?
Kenapa kelihatan marah begini
?
Aryo menatapnya tajam,
tanpa menyembunyikan
kecurigaannya. Kinan. Kamu
bertemu dengannya sebelum dia
pergi, bukan? Apa yang kalian
bicarakan?
Siska tampak terkejut.
Kinan siapa dia Mas? tanya
Siska pura-pura tidak mengenal
Kinan.
Jangan berpura-pura di
depanku Siska!! aku tahu kamu
sudah mengetahui soal Kinan,
ucap Arya menahan emnosi.
Siska tampak begitu gugup
namun dia masih berusaha
untuk bersikap tenang, Mas
Aryo, kenapa berkata seperti
itu? aku benar-benar tidak.
la mencoba mengelak, tapi Aryo
memotongnya.
Jangan berbohong, Siska!
suaranya meninggi. Joni
melihat kalian di kafe. Aku tahu
kau menemui Kinan sebelum
dia menghilang. Apa yang kau
katakan padanya? Apa kau
menyuruh dia pergi dariku?
Siska menarik napas
panjang, berusaha
menenangkan dirinya. Mas,
aku memang bertemu Kinan,
tapi aku tidak menyuruh dia
pergi, katanya, suaranya penuh
dengan ketegasan. Dia yang
menghubungiku lebih dulu. Dia
minta bertemu, jadi aku datang.
Untuk apa? Aryo
mendesak.
…
Siska menunduk, seolah
ragu ingin mengatakan sesuatu.
Dia hanya jujur padaku mas,
kalau dia selama ini menjadi
istri mudamu. Dia juga meminta
maaf padaku dan dia berkata
kalau dia sedang tertekan, Mas.
Kinan tidak tahan dengan
sikapmu. Dia merasa dikekang,
dia merasa kehilangan dirinya
sendiri, ujar Siska akhirnya,
menatap Aryo dengan
pandangan yang serius. ILalu
dia meminta tolong padaku,
untuk membantunya pergi dari
kehidupanmu Mas.
Aryo terdiam. Kata-kata
Siska menusuknya, membuat
amarahnya sedikit mereda,
digantikan oleh rasa bingung
dan frustrasi. Kinan tidak
mungkin berbicara seperti itu!!
ucap Aryo lebih pelan.
Siska mendengus pelanMas
Aryo, Aku tidak bohong Kinan
sendiri yang menemuiku,
meminta maaf padaku dan
minta tolong untuk dibantu
pergi dari Mas Aryo. Aku tidak
bohong Mas. Kinan bilang… dia
ingin pergi bersama kekasihnya
Aryo merasa kaget dengan
penjelasan Siska.
Kemarahannya kian membara,
dan tanpa berpikir panjang, ia
mendekat ke arah Siska,
tatapannya penuh amarah.
Kamu bohong! Tidak
mungkin Kinan mempunyai
kekasih dibelakangku, bentak
Aryo, tangannya tiba-tiba
mencekik leher Siska. Katakan
yang sebenarnya! Di mana
Kinan sekarang? Di mana kamu
menyembunyikannya?
Siska terkejut, kedua
tangannya mencengkeram
pergelangan Aryo, berusaha
melepaskan diri. Nafasnya
tersengal, matanya membelalak
karena tekanan di lehernya
semakin kuat. Dalam keadaan
terdesak, Siska akhirnya
berteriak terbata-bata.
…
Ba-baik! Aku akan bilang!
ucapnya dengan suara serak.
Kinan ada di Bandung. Aku dulu
mengirimnya ke kota itu!
Aryo langsung melepaskan
cengkeramannya, membuat
Siska tersungkur dan
terbatuk-batuk, berusaha
mengatur nafasnya. la menatap
Aryo dengan ketakutan, sadar
bahwa suaminya kini sudah
kehilangan kendali.
Apa Aku bisa percaya
ucapanmu kali ini? tanya Aryo
dingin, tatapannya menusuk.
Siska, dengan suara lemah,
mengangguk cepat. Aku tidak
berbohong, Mas. Aku
bersumpah… aku menyuruh
Kinan pergi ke kota itu. Aku
bahkan sudah membelikan
rumah untuknya di sana.
Aryo berdiri tegak, melipat
tangannya di dada. Berikan aku
alamatnya. Sekarang.
Wajah Siska pucat, namun
ia tidak punya pilihan. Dalam
ketakutan, ia mengambil
selembar kertas dan menuliskan
alamat sebuah rumah. Ini
alamatnya, Mas. Tempat itu aku
beli untuk Kinan. Namun aku
tidak tahu, sekarang dia masih
di sana atau tidak. Tangannya
gemetar saat menyerahkan
kertas itu kepada Aryo.
Aryo mengambilnya tanpa
sepatah kata. Ia memandang
Siska dengan tatapan dingin,
lalu berbalik dan berjalan
keluar. Jika kau berbohong lagi,
Siska, aku pastikan ini akan jadi
kesalahan terakhirmu, ucapnya
sebelum menutup pintu dengan
keras.
…
Dengan alamat di tangan,
Aryo langsung masuk ke mobil
dan melaju kencang menuju
tujuan baru itu. Dalam
benaknya, ia tidak hanya ingin
menemukan Kinan, tetapi juga
memastikan bahwa tidak ada
seorang pun yang bisa
memisahkan dirinya dari
wanita itu lagi.
Sementara itu dirumahnya,
setelah kepergian Aryo Siska
pun lalu mengamuk dan
memecahkan berapa barang di
sekitarnya. Aryo sialan,
brengsek. Gara-gara kamu
Kinan, Aryo hampir saja
membunuhku. Awas aja kalau
sampai kamu datang ke kota ini
lagi, aku juga akan
membunuhmu.
Setelah mendapatkan
alamat dari Siska, Aryo segera
mengatur rencananya. la
memerintahkan anak buahnya
untuk memesankan tiket
pesawat ke Bandung saat itu
juga, mnemastikan semuanya
berjalan cepat dan tanpa
hambatan. Tidak ingin
membuang waktu, Aryo
membawa beberapa anak
buahnya untuk ikut serta, untuk
membantunya mengurusi
masalah di sana nantinya.
Selama penerbangan,
pikiran Aryo dipenuhi oleh
bayangan Kinan. Amarah,
rindu, dan penasaran
bercampur menjadi satu. Ia
tidak sabar untuk segera
menemui wanita itu dan
mendapatkan penjelasan
langsung mengenai alasan
kepergiannya.
Setelah beberapa jam
perjalanan, akhirnya pesawat
mendarat di Bandara Kota
Bandung. Seorang sopir yang
sudah dipesankan oleh anak
buahnya menunggu di luar
bandara, siap mengantar Aryo
ke alamat yang diberikan oleh
Siska.
Sementara itu, di Cafe
tempat Kinan bekerja, dia
sedang sibuk dengan
pekerjaannya. Pelanggan yang
ramai membuatnya hampir
tidak punya waktu untuk
beristirahat. Ia merasa
tubuhnya mulai lelah, dan rasa
tidak nyaman di perutnya
semakin terasa. Meski mencoba
bertahan hingga akhir jam kerja,
rasa itu terus mengganggunya.
Setelah memastikan semua
tugas selesai, Kinan
menghampiri Bu Susi, pemilik
kafe, untuk berpamitan. Bu,
saya izin pulang dulu ya!! Perut
saya agak tidak enak, katanya
dengan suara lemah.
Bu Susi, yang memahami
kondisi Kinan, segera
mengangguk. Iya, Kinan. Kamu
pulang saja dulu, biar sisanya
dibereskan yang lain. Istirahat
ya sampai rumah!
….
Kinan mengangguk,
mengucapkan terima kasih, lalu
bergegas pulang. la berjalan
menuju tempat parkiran untuk
mengambil motornya. Namun
rasa sakit di perutnya, membuat
Kinan sedikit meringis dan
segera memegangi perutnya,
wajahnya semakin pucat. Lalu
ada seseorang yang memanggil
namanya, Kinan.
Kinan pun lalu
mengalihkan pandangannya ke
orang tersebut.
NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts