JANGAN OM (PART27)
Isi Postingan:
JANGAN OM PART27
.
.
.
Merasa rindu dengan nasi
uduk buatan ibunya, Kinan
segera mengambil ponsel dan
menghubungi Bu Yati, ibunya.
Tak butuh waktu lama,
panggilannya diangkat.
Halo, Kinan. Ada apa, Nak
? suara lembut Bu Yati
terdengar di seberang.
Ibu jualan hari ini, kan?
tanya Kinan pelan, suaranya
terdengar sedikit lemah.
Iya, Nak. Ibu jualan hari
ini, tapi jualannya sudah tinggal
sedikit. Memangnya kenapa?
jawab Bu Yati.,
Kinan tersenyum kecil.
Nasi uduknya masih ada, Bu?
Kinan lagi pengen banget makan
nasi uduk buatan Ibu.
Oh, masih ada kok, tinggal
tiga porsi. Kalau kamu mau, Ibu
bungkusin aja, ya!!.
Kinan merasa lega
mendengar itu. Iya, Bu. Kinan
mau. Nanti Kinan minta Pak
Danang buat ambil ke sana, ya.
Sama gorengannya juga, Bu.
Iya, Nak. Ibu siapin
sekalian gorengannya, ucap Bu
Yati lembut.
Terima kasih, Bu, kata
Kinan sebelum menutup
panggilan. Meski tubuhnya
lemas, ia merasa sedikit lebih
baik karena tahu akan segera
makan makanan favoritnya.
…
Setelah itu, Kinan segera
menghubungi Pak Danang,
sopir pribadi di Villa. Pak
Danang, tolong ambil nasi uduk
di tempat Ibu saya, ya., ucap
Kinan pelan.
Baik, Mbak Kinan. Saya
langsung berangkat sekarang,
jawab Pak Danang.
Terima kasih ya, Pak!!
Kinan pun tersenyum tipis. Ia
kembali memejamkan matanya
sembari menungggu nasi
uduknya datang. Kinan
berharap nasi uduk buatan
ibunya, dapat membangkitkan
selera makannya dan membantu
tbuhnya cepat pulih.
Setelah menikmati nasi
uduk buatan ibunya, Kinan
merasa sedikit lebih baik. Ia
segera mengambil obat yang
sudah disiapkan oleh Mbok
Sumi di meja samping tempat
tidurnya, lalu meminumnya
dengan segelas air.
Sudah, Nduk, makan dan
minum obatnya? tanya Mbok
Sumi sambil menghampiri
Kinan dan melihat piring bekas
makan di atas meja.
Sudah, Mbok, jawab
Kinan sambil tersenyum lembut.
Ia merasa sangat bersyukur ada
Mbok Sumi yang dengan penuh
perhatian merawatnya saat
sakit. Dalam hati, Kinan sudah
menganggap Mbok Sumi seperti
ibunya sendiri, makanya ia
meminta untuk dipanggil
Nduk saja, bukan Non.
Kalau begitu, Mbok
beresin ya piringnya, kata
Mbok Sumi sambil mengambil
piring dari meja.
…
Iya, Mbok. Makasih, ya,
ucap Kinan lagi, senyumnya tak
lepas dari wajah.
Sudah istirahat yang
banyak, ya, Nduk, biar cepat
sembuh. Kalau butuh apa-apa,
panggil Mbok aja, pesan Mbok
Sumi sebelum keluar dari
kamar.
Iya, Mbok, jawab Kinan,
kemudian merebahkan
tubuhnya di kasur, mencoba
memejamkan mata. Namun, tak
lama setelah itu, ponselnya
berbunyi, menandakan ada
panggilan masuk.
Kinan mengambil
ponselnya dari meja dan melihat
nama Aryo tertera di layar. Ia
tersenyum tipis sebelum
menggeser layar untuk
menerima panggilan.
Halo, Mas, ucapnya
dengan suara lembut, meski
masih terdengar lemah.
Halo, Kinan. Gimana
kabarnya? Udah makan dan
minum obat? tanya Aryo dari
seberang, nada suaranya
terdengar hangat dan penuh
perhatian.
Kinan tersenyum kecil
mendengar nada itu. Udah,
Mas. Tadi Mbok Sumi yang
siapin. Aku baru makan nasi
uduk buatan Ibu.
Bagus kalau begitu. Kamu
istirahat yang cukup, ya. Kalau
nanti masih belum enakan,
hubungi aku. Kita langsung ke
Dokter kata Aryo dengan nada
tegas tapi lembut.
Iya, Mas. Makasih, ya,
udah perhatian banget sama
aku, jawab Kinan, hatinya
terasa hangat meski badannya
masih lemaslemas.
Hemmmm, kalau gitu, aku
lanjut kerja dulu, ya. Tidurlah
lagi, ucap Aryo sebelum
menutup telepon.
…
Kinan menatap layar
ponselnya yang kembali gelap.
Meski tubuhnya masih lemah,
perhatian Aryo membuat
hatinya sedikit lebih kuat. Ia
pun memejamkan mata,
mencoba beristirahat lebih lama
agar cepat pulih.
Sore itu, Kinan terbangun
dari tidurnya dengan perasaan
yang jauh lebih baik. Ia
memegang dahinya,
memastikan bahwa demamnya
sudah turun. Badannya
memang masih sedikit lemas,
tapi tidak lagi terasa panas
seperti tadi pagi. Setelah
melihat jam yang menunjukkan
pukul tiga sore, ia memutuskan
untuk mandi agar merasa lebih
segar.
Setelah mandi, Kinan
mengenakan pakaian santai lalu
turun ke lantai bawah. Perutnya
mulai lapar, mengingat terakhir
kali ia makan adalah nasi uduk
pagi tadi. Saat berada di ruang
tengah, ia bertemu dengan Sari,
salah satu pembantu yang
bertugas membersihkan villa.
Mbak Sari, Mbok Sumi di
mana? tanya kinan sambil
tersenyum kecil.
Oh, Mbak Kinan. Mbok
Sumi lagi ada di dapur, Mbak,
Kayaknya lagi masak buat
Bab
makan malam, jawab Sari
ramah.
Terima kasih, ya, mbak
Sari, ujar Kinan sebelum
berjalan menuju dapur.
Di dapur, Kinan melihat
Mbok Sumi sibuk mengaduk
sesuatu di atas kompor. Aroma
harum masakan menguar di
udara, membuat perut Kinan
semakin keroncongan.
Masak apa Mbok?
Wanginya bikin aku tambah
lapar, ujar Kinan sambil
tersenyum, suaranya lebih ceria
dari sebelumnya.
Mbok Sumi menoleh
dengan wajah lega. Nduk,
kamu sudah bangun?
Alhamdulillah badanmu sudah
enakan, ya? Duduk dulu, Mbok
siapin makanan buat kamu.
Kinan menuruti
permintaan Mbok Sumi dan
duduk di meja makan. Tak lama,
Mbok Sumi menghidangkan
sepiring nasi putih hangat,
sayur sop, dan beberapa lauk
sederhana. Ini, Nduk. Makan
yang banyak, biar energimu
balik lagi, ucap Mbok Sumi
sambil meletakkan segelas teh
manis hangat di samping
piringnya.
Terima kasih, Mbok.
Sudah mau merawatku saat
sakit, ucap Kinan sambil
tersenyum.
Kamu itu sudah seperti
anak Mbok sendiri, Nduk. Yang
penting sekarang kamu sehat,
balas Mbok Sumi sambil
tersenyum hangat.
Kinan mulai makan
perlahan, menikmati setiap
suap makanan. Rasa nyaman
dan perhatian dari Mbok Sumi
membuatnya merasa seperti di
rumah sendiri.
….
Malam itu, Aryo tiba di villa
setelah menyelesaikan
pekerjaan di kantor. Saat masuk
ke ruang tengah, ia melihat
Kinan duduk di sofa sambil
menonton televisi dan
meminum teh hangat. Senyum
kecil muncul di wajah Aryo. Ia
mendekat, lalu menunduk dan
mencium lembut kening Kinan
sebelum duduk di sebelahnya.
Kok Mas Aryo malam
banget datangnya? tanya
Kinan sambil menoleh ke arah
Aryo.
Iya, tadi ada rapat dulu di
kantor, terus habis itu lembur.
Banyak banget pekerjaan yang
harus diselesaikan, jawab Aryo
sambil menghela napas.
Kinan hanya mengangguk
kecil, memahami kesibukan
Aryo. Gimana kondisi kamu?
Udah enakan? tanya Aryo lagi,
kali ini menatap Kinan dengan
penuh perhatian.
Iya, Mas. Udah enakan kok.
Cuma masih sedikit pusing aja,
jawab Kinan sambil tersenyum
tipis.
Ya sudah, kamu banyak
istirahat aja, ya. Jangan sampai
kecapekan, balas Aryo dengan
nada lembut. Ia kemudian
menggenggam tangan Kinan
sejenak, memastikan bahwa
gadis itu benar-benar membaik.
Oh iya, Aryo melanjutkan,
nadanya berubah lebih serius.
Aku mau ngomong sesuatu sama
kamu.
Kinan mengalihkan
pandangannya dari televisi ke
Aryo, merasa penasaran.
Ngomong apa, Mas? tanyanya.
Besok pagi, Mas harus
perjalanan dinas ke luar negeri.
Mungkin Mas di sana sekitar
seminggu, ucap Aryo dengan
nada hati-hati.
..
Kinan merasa hatinya sedih,
kala harus terpisah lagi dari
Aryo. Namun dia juga tidak
berhak melarangnya. Iya, Mas
jawab Kinan pelan mencoba
menyembunyikan
kesedihannya.
Mas akan secepatnya
pulang kok, kalau urusannya
sudah selesai. Mas harap kamu
jaga diri baik-baik selama Mas
pergi. Jangan pergi ke
mana-mana kalau nggak
penting. Kalau selesai dari
kampus, langsung pulang ke
villa. Jangan mampir ke tempat
lain. Perintah Aryo.
Kinan mengernyit, sedikit
bingung. Memang kenapa,
Mas? Paling aku kalau pulang
kampus cuma mampir ke rumah
Ibu. Setelah itu, ya, pulang ke
villa. Aku nggak pernah
jalan-jalan atau pergi ke tempat
lain kok, jawab Kinan dengan
nada menenangkan.
Aryo menghela napas
panjang. Ya, nggak ada apa-apa
sih. Mas cuma khawatir aja.
Jadi, Mas minta, selama Mas
nggak ada di sini, jangan pergi
sendirian ke mana-mana. Kalau
kamu mau jalan-jalan, ke mal,
atau kemana pun, selalu ajak
bodyguard, oke? ucap Aryo
tegas.
Kinan menatap Aryo
sejenak, lalu mengangguk pelan.
Iya, Mas. Aku ngerti. Aku bakal
hati-hati, jawabnya.
Bagus, kata Aryo sambil
tersenyum kecil. Ia mengusap
punggung Kinan dengan lembut,
mencoba menenangkan dirinya
juga. Mas cuma nggak mau
sesuatu yang buruk terjadi sama
kamu.
Kinan tersenyum, meski
dalam hati masih
bertanya-tanya apa yang
membuat Aryo begitu khawatir.
Namun, ia memilih untuk tidak
memperpanjang pembicaraan
dan menuruti permintaan Aryo.
…
Keesokan paginya, Kinan
bangun lebih awal dari biasanya.
Ia merasa sedikit lebih segar
meskipun masih ada rasa lemas
yang tertinggal. Aryo sudah
bersiap dengan koper di dekat
pintu. Dia mengenakan setelan
kasual namun tetap rapi, seperti
biasa.
Kamu kok udah bangun,
tanya Aryo sambil memastikan
barang-barangnya lengkap.
He,e… Mas Aryo sudah
mau berangkat sekarang?
Tanya Kinan sambil duduk di
sofa kamarnya, sambil memeluk
lututnya.
Aryo berjalan mendekat,
duduk di hadapannya, dan
menggenggam kedua tangan
Kinan. Mas pergi dulu, ya.
Ingat pesanku. Jangan pergi ke
mana-mana sendirian. Kalau
ada apa-apa, langsung hubungi
Mas atau bilang ke Mbok Sumi.
Jangan ragu, ya.
Kinan mengangguk. Iya,
Mas. Aku janji bakal hati-hati.
Aryo tersenyum, lalu
mencium kening Kinan lembut.
Mas pulang secepatnya. Kamu
jaga diri baik-baik, ucapnya
sebelum bangkit dan membawa
kopernya keluar.
Kinan ikut mengantarkan
sampai bawah. Ia melambaikan
tangan dari pintu, melihat
mobil Aryo menjauh dari villa.
Perasaan sepi mulai merayap
begitu mobil itu benar-benar
menghilang dari pandangan.
Dirumahnya, Siska duduk
di ruang tamu rumahnya,
membaca laporan dari detektif
swasta yang ia sewa. Tangannya
gemetar saat membalik halaman
demi halaman laporan itu.
Fakta-fakta yang tertulis di sana
membuat darahnya mendidih.
Kinan adalah istri muda
Aryo, gumamnya lirih,
menatap kalimat itu dengan
mata penuh amarah.
Ia tidak percaya Aryo
sampai sejauh inimembeli
perempuan dari tempat lelang
hanya demi menjadikannya istri
muda, dan alasannya? Karena
Aryo ingin memiliki anak.
Anak, bisik Siska dengan
getir. Ia merasa hatinya remuk.
Selama bertahun-tahun, ia tahu
Aryo kecewa karena mereka
belum memiliki anak. Namun,
ia tidak pernah menyangka Aryo
akan mencari pengganti dirinya.
Teleponnya berdering,
memutus lamunannya. Itu dari
detektif swasta yang ia sewa.
Halo, Pak, jawab Siska
dengan suara dingin.
Halo, Bu Siska. Saya hanya
ingin mengkonfirmasi, apakah
laporan yang saya kirimkan
sudah diterima?
Sudah. Dan saya ingin
bertanya… apakah ini benar?
Aryo membeli perempuan itu
dari tempat lelang? tanya Siska,
mencoba menahan emosinya.
Benar, Bu. Kami
menemukan bukti bahwa Nona
Kinan dijual melalui acara
tertutup yang hanya dihadiri
oleh kalangan elit. Pak Aryo
memenangkan lelang tersebut
dan membawa Kinan keluar dari
tempat itu. Berdasarkan
pengamatan kami, Pak Aryo
membeli sebuah villa khusus
untuk Nona Kinan, dan mereka
juga sudah menikah siri. Dan
juga, nona Kinan sekarang
kuliah di kampus milik suami
Anda. jawab detektif itu.
Siska terdiam, memproses
informasi itu. Ia merasa marah,
kecewa, dan terhina.
Baik. Terima kasih atas
informasi Anda. Saya akan
mentransfer sisa pembayaran
sekarang, ucap Siska sebelum
menutup telepon.
Kurang ajar, aku tidak akan
membiarkan perempuan itu
merebut Aryo dariku. Siska
kemudian merencanakan
sesuatu untuk membuat Kinan
pergi dari hidup Aryo.
….
Setelah kepergian Aryo,
Kinan menjalani harinya seperti
biasa. Namun, rasa kesepian
mulai terasa lebih berat ketika
malam tiba. Setelah selesai
makan malam, ia memilih
duduk di teras sambil
memainkan ponselnya.
Tiba-tiba, telepon dari
nomor tak dikenal masuk.
Kinan ragu sejenak sebelum
mengangkatnya.
Halo?
Ini Kinan, kan? suara
wanita di seberang terdengar
dingin namun tegas.
Iya, ini siapa ya? tanya
Kinan, merasa bingung.
Aku Siska, istri Aryo,
jawab suara itu dengan nada
penuh tekanan.
Kinan terdiam, rasa dingin
menjalari tubuhnya. Ia tak
menyangka akan mendapatkan
telepon seperti ini.
Kita perlu bicara, lanjut
Siska. Aku tahu semua tentang
kamu dan Aryo. Kalau kamu
punya waktu, temui aku besok
di kafe Lentera dekat taman
kota. Jangan coba-coba
memberitahu Aryo.
Kinan menutup telepon
dengan tangan gemetar.
Jantungnya berdetak kencang,
pikirannya kalut. Apa yang
sebenarnya Siska tahu? Dan apa
yang akan terjadi selanjutnya?
NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin
ceritadewasa
ceritanovel
mertuamenantu
menantuidaman
selingkuh
foto
fotoai
text
foryou
Related: Explore more posts