JANGAN OM (PART22)
Isi Postingan:
JANGAN OM PART22
…Ceritadewasa…
.
.
.
Pak Dodi menatap tajam
penuh amarah ke arah Kinan,
yang sedang duduk di samping
ibunya. Tatapan itu mensuk,
namun Kinan tetap duduk
tenang meskipun hatinya
bergejolak. Dengan nada sinis,
Kinan berkata, Aku yang akan
membayar biaya perawatan ibu.
Pak Dodi tertawa kecil, sinis,
sambil menggeleng pelan.
Ternyata kau sudah punya
banyak uang sekarang, ucapnya
meremehkan. Bagaimana?
Sudah banyak om-om yang
menyewamu di tempat Madam
Sonia?
…
Kalimat itu memkul Kinan
seperti tamparan keras.
Tangannya mengepal kuat,
menahan emosi yang hampir
meledak. Jaga ucapan Bapak!
Aku tidak serendah itu, jawab
Kinan tajam, meskipun hatinya
terasa perih.
..
Namun Pak Dodi justru
tertawa lebih keras. Bukankah
kau bekerja sebagai wanita
penghibur di kota? tanyanya,
dengan nada mengejek yang
jelas. Kinan hanya diam, tidak
ada gunanya meladeni ucapan
dari bapak tirinya tersebut.
Melihat Kinan diam, Pak
Dodi mendekat. Matanya
menyiratkan niat buruk. Kau
sekarang punya banyak uang,
kan? Kalau begitu, berikan
uangmu padaku, katanya tanpa
rasa malu.
Kinan menggeleng. Tidak,
jawabnya tegas.
Pak Dodi tidak peduli.
Dengan kasar, dia mencoba
meraih tas yang ada di sebelah
Kinan. Terjadi tarik-menarik
antara mereka, hingga Kinan
akhirnya berteriak lantang
untuk menghentikan tindakan
Pak Dodi. Hentikan Pak,!!
kamu tidak berhak minta
uangku,
Dua bodyguard yang berjaga
di luar segera masuk setelah
mendengar suara Kinan.
Mereka langsung menarik Pak
Dodi dan membantu Kinan. Pak
Dodi hanya bisa memelototi
mereka dengan penuh
kemarahan, tapi tidak berdaya
menghadapi dua pria bertubuh
kekar itu.
Lepaskan aku brengsek!!!
Siapa kalian ikut campur
urusanku? Teriak Pak Dody
sambil meronta minta
dilepaskan.
…
Kedua bodyguard itu
dengan tegas, menggiring Pak
Dodi hingga pintu keluar rumah
sakit. Salah satu dari mereka
berkata dengan nada dingin,
Jangan pernah mendekati Nona
Kinan lagi. Jika Anda masih
nekat, kami tidak akan segan
berbuat kasar.
Pak Dodi yang tak berdaya
menghadapi tbuh kekar dan
sikap tegas mereka hanya bisa
memendam amarah. Dengan
wajah merah dan tangan
terkepal, ia akhirnya pergi
meninggalkan rumah sakit,
langkahnya berat penuh
kemarahan.
Di dalam kamar, suasana
berbeda. Ibu Yati menangis
terisak, matanya sembab
memandang Kinan. Maafkan
Ibu, Nak, ujarnya dengan suara
bergetar. Maafkan semua
perbuatan Pak Dodi… Ibu tidak
mampu melawan dia. Dia selalu
mengancam akan menyakitimu
dan Dimas jika Ibu
menentangnya.
…
Kinan yang mendengar itu
langsung mendekap ibunya
erat-erat. Sudah, Bu. Tidak
apa-apa. Kinan bailk-baik saja.
Yang penting sekarang Ibu
selamat, katanya lembut,
berusaha menenangkan hati Ibu
Yati yang diliputi rasa bersalah.
Setelah beberapa saat,
Kinan berbicara dengan tegas.
Ibu, Ibu harus pergi dari Bapak.
Kinan tidak akan membiarkan
Ibu terus-terusan menderita
seperti ini. Ibu dan Dimas ikut
Kinan ke kota, ya. Kinan akan
mencarikan kontrakan untuk
kalian. Kita bisa memulai hidup
baru, tanpa Bapak.
Ibu Yati terdiam sejenak,
matanya penuh keraguan dan
kekhawatiran. Namun, ada
secercah harapan di sana. Apa
itu tidak merepotkan kamu,
Nak? tanyanya pelan.
Kinan menggeleng dengan
mantap. Tidak sama sekali, Bu.
Kinan punya uang sekarang.
Percayalah, Kinan akan
melindungi Ibu dan Dimas.
Bu Yati terdiam sejenak,
memikirkan usulan Kinan. la
menarik napas panjang sebelum
berkata, Ibu akan bicara dulu
dengan Dimas. Kalau Dimas
setuju, maka Ibu juga setuju.
Sore harinya, Dimas yang
baru pulang sekolah langsung
menuju rumah sakit untuk
menjenguk ibunya. Begitu
memasuki kamar, ia melihat
sosok Kinan. Seketika matanya
membesar, dan tanpa ragu ia
berlari memeluk kakaknya.
Mbak Kinan! serunya,
suaranya bergetar menahan
tangis. Ia memeluk Kinan erat,
seolah takut kehilangan lagi.
Tangis Dimas pecah di bahu
kakaknya. Kenapa Mbak Kinan
tega pergi ninggalin Ibu dan
Dimas di sini? Dimas kangen
banget, Mbak. Ibu juga selalu
nangis mikirin Mbak Kinan,
ucapnya dengan isak tangis.
Hati Kinan terasa perih
mendengar kata-kata adiknya.
Dengan lembut, ia mengelus
punggung Dimas, berusaha
menenangkan tangisnya.
Maafkan Mbak, Dimas. Mbak
nggak pernah bermaksud
ninggalin kalian. Tapi sekarang
Mbak sudah kembali, dan Mbak
janji nggak akan ninggalin
kalian lagi, katanya dengan
penuh kesungguhan.
Dimas sedikit tenang, meski
air matanya masih menetes. Ia
menatap kakaknya dengan mata
merah dan berkata, Mbak
nggak bohong, kan? Dimas
nggak mau Mbak pergi lagi.
Kinan tersenyumn lembut
dan mengangguk. Mbak nggak
akan pergi lagi. Kita akan
sama-sama menjaga Ibu dan
memulai hidup yang lebih baik.
Kata-kata Kinan membuat
Dimas sedikit lega, dan ia
memeluk kakaknya lagi, erat,
seakan tak ingin
melepaskannya. Di sudut kamar,
Bu Yati hanya bisa tersenyum
tipis, meskipun matanya juga
berkaca-kaca melihat
kebersamaan kedua anaknya. la
merasa ada harapan baru di
tengah kesulitan yang mereka
hadapi.
…
Kinan menatap Dimas
dengan lembut, lalu berkata, ‘
Dimas, kamu mau nggak ikut
Mbak Kinan ke kota bersama
Ibu? Kita pergi dari kampung
ini, tinggalin Bapak. Mbak
nggak mau kalian terus disiksa
sama Bapak. Lebih baik kita
mulai hidup baru di kota.
Dimas terdiam,
pandangannya bergantian
menatap Kinan dan ibunya. Ada
kebingungan di wajahnya. la
mengalihkan pandangan ke
arah Bu Yati, mencari kepastian.
Bu Yati hanya tersenyum kecil
dan berkata lembut, Ibu
menurut sama Dimas. Kalau
Dimas mau, Ibu juga setuju.
Mendengar itu, Dimas
akhirnya tersenyum dan
mengangguk ke arah Kinan.
Dimas setuju, Mbak. Dimas akan
ikut ke mana saja Mbak dan Ibu
pergi, katanya dengan suara
penuh keyakinan.
Kinan merasa lega dan
bahagia mendengar jawaban
Dimas. Air mata haru menetes
di pipinya. Ia langsung
memeluk Dimas erat-erat, lalu
menatap ibunya. Terima kasih,
Dimas. Terima kasih, Ibu. Kita
akan memulai hidup baru yang
lebih baik di kota nanti. Mbak
janji, semuanya akan lebih baik,
ucapnya dengan suara bergetar
penuh emosi.
Di dalam pelukan itu,
mereka bertiga merasa seolah
beban yang selama ini menekan
dada mereka perlahan
menghilang. Ada harapan baru
yang menyala, membawa
keyakinan bahwa kebahagiaan
itu mungkin, sejauh mereka
saling mendukung dan
mencintai.
Malamnya, Kinan
mengirim pesan kepada Aryo,
hanya sang suami lah yang
sekarang bisa menjadi
tempatnya berbagi cerita dan
meminta bantuan. Dalam
pesannya, Kinan menjelaskan
rencananya untuk membawa
ibu dan adiknya, Dimas, yang
masih SMP, ikut ke kota.
…
Mas Aryo Bolehkah aku
mengajak Ibu dan adikku ke
kota? Mereka nggak bisa terus
tinggal di sini, Mas. Mereka
sering disiksa Bapak tiriku. Dulu
akujuga sering mengalami hal
yang sama. Aku nggak tega
kalau mereka terus hidup dalam
kondisi seperti ini, tulis Kinan.
Beberapa menit kemudian,
Aryo membalas. Pesannya
penuh dukungan. Aku setuju,
Kinan. Kamu sudah membuat
keputusan yang tepat. Aku akan
bantu sebisa mungkin. Aku
akan siapkan rumah untuk
reka. Adikmu juga akan aku
carikan sekolah.terbaik di kota.
Jangan khawatir, aku akan
memban tumu, balas Aryo.
Mata Kinan berkaca-kaca
membaca pesan itu. Ia merasa
lega dan bersyukur ada Aryo
yang begitu peduli pada dirinya
dan keluarganya. Dengan penuh
sa syukur, Kinan membalas,
Terima kasih, Mas Aryo. Aku
nggak tahu harus bilang apa.
Aku benar-benar berterima
kasih.
….
Aryo kemudian bertanya,
Kapan kamu kemnbali ke kota
Aku merindukanmu, Kinan.
Kinan tersenyum tipis,
membayangkan raut wajah
Aryo saat menulis pesan itu.
Menunggu Ibu sembuh dulu,
Mas. Setelah itu, Aku akan
kembali ke kota bersama Ibu
dan Dimas. Sekalian Kinan akan
mengurus kepindahan sekolah
Dimas.
Baik, kalau begitu hati-hati.
Aku kemarin mendapat laporan
dari Joni, Kalau ada laki-laki
yang menyerangmu di rumah
sakit. Kalau ada apa-apa, segera
Panggil Bodyguard dan kabari
aku, balas Aryo, penuh
kecemasan.
Kinan merasa hatinya
sedikit lebih ringan malam itu.
Dengan dukungan Aryo, ia
yakin mereka bisa memulai
kehidupan baru yang lebih baik
di kota. Langkah ini memang
tidak mudah, tapi Kinan tahu ia
tidak berjalan sendirian.
Setelah tiga hari dirawat,
kondisi Ibu Yati sudah membaik,
dan dokter mengizinkannya
pulang. Hari ini, Kinan
nengantar ibunya pulang ke
rumah untuk mengambil
barang-barang yang akan
mereka bawa ke kota. Dimas,
yang sedang berada di sekolah,
akan dijemput setelah
semuanya siap.
Selama Ibu Yati dirawat,
Pak Dodi sama selkali tidak
menjenguk lagi, bahkan
terkesan tidak peduli. Hal ini
membuat Kinan semakin
mantap untuk membawa ibunya
dan Dimas pergi.
….
Sesampainya di rumah,
Kinan dan Ibu Yati segera mulai
membereskan barang-barang.
Mereka mengambil pakaian dan
dokumen penting saja. Kinan
bekerja cepat dan penuh
semangat, sementara ibunya
terlihat agak gelisah, sering kali
melirik ke pintu, seolah takut
sesuatu akan terjadi.
Ketakutannya terbukti.
Tiba-tiba, suara pintu dibanting
keras terdengar. Pak Dodi
muncul dengan wajah penuh
amarah. Apa yang kalian
lakukan?! bentaknya dengan
suara menggelegar, membuat
suasana menjadi tegang.
Kinan hanya melirik sekilas,
tidak menghiraukannya. Ia
tetap fokus membereskan
barang-barang ibunya, tidak
ingin memberi ruang untuk
argumen yang tidak ada
gunanya.
Melihat diabaikan, Pak Dodi
semakin marah. Ia
menghampiri Ibu Yati, merebut
tas yang sedang dipegangnya,
dan melemparnya ke lantai
dengan kasar. Kalian berpikir
bisa pergi begitu saja dari sini!
serunya dengan nada penuh
ancaman.
….
Ibu Yati terkejut dan
mundur ketakutan, sementara
Kinan langsung berdiri di depan
ibunya, melindunginya. Cukup,
Pak!! ujar Kinan dengan suara
lantang dan tegas. Kami tidak
akan tinggal di sini lagi. Kami
berhak hidup tanpa disiksa dan
ditindas. Jadi, sebaiknya Bapak
biarkan kami pergi!
Pak Dodi tertawa sinis,
mendekat dengan mata
menyala. Kau pikir karena
sudah memiliki sedikit uang,
kamu bisa melawanku, hah?!
Namun sebelum ia sempat
mendekat lebih jauh, langkah
cepat terdengar dari luar. Dua
bodyguard yang bertugas
menjaga Kinan, muncul di
ambang pintu. Melihat mereka,
Pak Dodi langsung terdiam
meskipun wajahnya masih
dipenuhi amarah.
Jika Anda menyentuh
mereka lagi, kami tidak akan
tinggal diam, ujar salah satu
bodyguard dengan nada dingin.
Pak Dodi hanya bisa
menggerutu, giginya terkatup
rapat, Ia kemudian menarik
badan Kinan dan berusaha
melukainya. Lalu, kedua
Bodyguard itu pun dengan cepat
menggagalkan aksi Pak Dodi,
saat dia mencoba untuk
menyerang Kinan
Suasana semakin tegang,
Kinan yang terlepas dari
serangan Pak Dodi, segera
memegang telapak tangan
ibunya. Jangan hiraukan
bapak, kita harus cepat pergi
dari sini.
…
Ibu Yati mengangguk pelan,
meskipun matanya masih
berkaca-kaca. Setelah
membereskan barang-barang
yang dibutuhkan, Kinan segera
menggandeng tangan Ibu Yati.
Ayo, Bu. Kita harus cepat pergi,
ucapnya tegas namun lembut. la
membawa ibunya keluar dari
rumah menuju mobil yang
sudah terparkir di depan, di
mana Pak Danang sudah
menunggu.
Di belakang mereka, suara
Pak Dodi semakin keras. Ia
meronta dan berusaha
melepaskan diri dari
cengkeraman kedua bodyguard
yang dengan tegas menahannya.
Lepaskan aku, dasar kalian
brengsek! Kalian pikir kalian
bisa kabur begitu saja?! Sialan
kalian semua! Pak Dodi
berteriak dan mengumpat kasar,
suaranya menggema di seluruh
halaman rumah.
Kinan tidak menoleh sedikit
pun. Ia tahu menanggapi
kemarahan itu hanya akan
membuang waktu dan energi.
Dengan hati yang mantap, ia
membantu Ibu Yati masuk ke
dalam mobil. Setelah
memastikan ibunya nyaman di
kursi penumpang, Kinan masuk
dan duduk di sampingnya.
Pak Dody masih
mengumpat dari kejauhan,
suaranya semakin penuh
kebencian. Kalian tidak akan
pernah bahagia! Aku sumpahi
kalian menderita! teriaknya,
namun Kinan tetap diam. Ia
hanya menggenggam tangan
ibunya, memberi isyarat bahwa
semuanya akan baik-baik saja.
Mobil pun melaju perlahan
meninggalkan rumah. Pak
Danang menyetir dengan
tenang, sementara Ibu Yati
duduk diam, sesekali mengusap
matanya yang sembab. Kinan
menatap ibunya dengan lembut.
Bu, kita sudah hampir sampai
di sekolah Dimas. Setelah ini,
kita akan segera meninggalkan
kampung ini, ujarnya mencoba
menenangkan.
….
Setelah beberapa menit
perjalanan, mereka sampai di
depan sekolah Dimas. Kinan
keluar dan masuk ke dalam area
sekolah untuk menjemput
adiknya. Begitu melihat
kakaknya, Dimas langsung
berlari mendekat, membawa tas
sekolahnya.
Mbak Kinan! Ibu! serunya
dengan wajah penuh
kegembiraan. Kinan memeluk
adiknya erat, merasakan
kebahagiaan karena kini
keluarganya akan segera
berkumpul di tempat yang lebih
aman. Ayo, Dimas. Kita pergi
sekarang, kata Kinan sambil
tersenyum.
Mereka bertiga masuk ke
mobil, melanjutkan perjalanan
menuju kota, meninggalkan
masa lalu yang penuh luka
untuk memulai lembaran baru
yang lebih baik.
NoteL..i .k..e..mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts