Skip to content
LahanBasah

LahanBasah

JANGAN OM (PART22)

Posted on June 4, 2025 By admin

JANGAN OM (PART22)

Isi Postingan:

JANGAN OM PART22

…Ceritadewasa…

.

.

.

Pak Dodi menatap tajam

penuh amarah ke arah Kinan,

yang sedang duduk di samping

ibunya. Tatapan itu mensuk,

namun Kinan tetap duduk

tenang meskipun hatinya

bergejolak. Dengan nada sinis,

Kinan berkata, Aku yang akan

membayar biaya perawatan ibu.

Pak Dodi tertawa kecil, sinis,

sambil menggeleng pelan.

Ternyata kau sudah punya

banyak uang sekarang, ucapnya

meremehkan. Bagaimana?

Sudah banyak om-om yang

menyewamu di tempat Madam

Sonia?

…

Kalimat itu memkul Kinan

seperti tamparan keras.

Tangannya mengepal kuat,

menahan emosi yang hampir

meledak. Jaga ucapan Bapak!

Aku tidak serendah itu, jawab

Kinan tajam, meskipun hatinya

terasa perih.

..

Namun Pak Dodi justru

tertawa lebih keras. Bukankah

kau bekerja sebagai wanita

penghibur di kota? tanyanya,

dengan nada mengejek yang

jelas. Kinan hanya diam, tidak

ada gunanya meladeni ucapan

dari bapak tirinya tersebut.

Melihat Kinan diam, Pak

Dodi mendekat. Matanya

menyiratkan niat buruk. Kau

sekarang punya banyak uang,

kan? Kalau begitu, berikan

uangmu padaku, katanya tanpa

rasa malu.

Kinan menggeleng. Tidak,

jawabnya tegas.

Pak Dodi tidak peduli.

Dengan kasar, dia mencoba

meraih tas yang ada di sebelah

Kinan. Terjadi tarik-menarik

antara mereka, hingga Kinan

akhirnya berteriak lantang

untuk menghentikan tindakan

Pak Dodi. Hentikan Pak,!!

kamu tidak berhak minta

uangku,

Dua bodyguard yang berjaga

di luar segera masuk setelah

mendengar suara Kinan.

Mereka langsung menarik Pak

Dodi dan membantu Kinan. Pak

Dodi hanya bisa memelototi

mereka dengan penuh

kemarahan, tapi tidak berdaya

menghadapi dua pria bertubuh

kekar itu.

Lepaskan aku brengsek!!!

Siapa kalian ikut campur

urusanku? Teriak Pak Dody

sambil meronta minta

dilepaskan.

…

Kedua bodyguard itu

dengan tegas, menggiring Pak

Dodi hingga pintu keluar rumah

sakit. Salah satu dari mereka

berkata dengan nada dingin,

Jangan pernah mendekati Nona

Kinan lagi. Jika Anda masih

nekat, kami tidak akan segan

berbuat kasar.

Pak Dodi yang tak berdaya

menghadapi tbuh kekar dan

sikap tegas mereka hanya bisa

memendam amarah. Dengan

wajah merah dan tangan

terkepal, ia akhirnya pergi

meninggalkan rumah sakit,

langkahnya berat penuh

kemarahan.

Di dalam kamar, suasana

berbeda. Ibu Yati menangis

terisak, matanya sembab

memandang Kinan. Maafkan

Ibu, Nak, ujarnya dengan suara

bergetar. Maafkan semua

perbuatan Pak Dodi… Ibu tidak

mampu melawan dia. Dia selalu

mengancam akan menyakitimu

dan Dimas jika Ibu

menentangnya.

…

Kinan yang mendengar itu

langsung mendekap ibunya

erat-erat. Sudah, Bu. Tidak

apa-apa. Kinan bailk-baik saja.

Yang penting sekarang Ibu

selamat, katanya lembut,

berusaha menenangkan hati Ibu

Yati yang diliputi rasa bersalah.

Setelah beberapa saat,

Kinan berbicara dengan tegas.

Ibu, Ibu harus pergi dari Bapak.

Kinan tidak akan membiarkan

Ibu terus-terusan menderita

seperti ini. Ibu dan Dimas ikut

Kinan ke kota, ya. Kinan akan

mencarikan kontrakan untuk

kalian. Kita bisa memulai hidup

baru, tanpa Bapak.

Ibu Yati terdiam sejenak,

matanya penuh keraguan dan

kekhawatiran. Namun, ada

secercah harapan di sana. Apa

itu tidak merepotkan kamu,

Nak? tanyanya pelan.

Kinan menggeleng dengan

mantap. Tidak sama sekali, Bu.

Kinan punya uang sekarang.

Percayalah, Kinan akan

melindungi Ibu dan Dimas.

Bu Yati terdiam sejenak,

memikirkan usulan Kinan. la

menarik napas panjang sebelum

berkata, Ibu akan bicara dulu

dengan Dimas. Kalau Dimas

setuju, maka Ibu juga setuju.

Sore harinya, Dimas yang

baru pulang sekolah langsung

menuju rumah sakit untuk

menjenguk ibunya. Begitu

memasuki kamar, ia melihat

sosok Kinan. Seketika matanya

membesar, dan tanpa ragu ia

berlari memeluk kakaknya.

Mbak Kinan! serunya,

suaranya bergetar menahan

tangis. Ia memeluk Kinan erat,

seolah takut kehilangan lagi.

Tangis Dimas pecah di bahu

kakaknya. Kenapa Mbak Kinan

tega pergi ninggalin Ibu dan

Dimas di sini? Dimas kangen

banget, Mbak. Ibu juga selalu

nangis mikirin Mbak Kinan,

ucapnya dengan isak tangis.

Hati Kinan terasa perih

mendengar kata-kata adiknya.

Dengan lembut, ia mengelus

punggung Dimas, berusaha

menenangkan tangisnya.

Maafkan Mbak, Dimas. Mbak

nggak pernah bermaksud

ninggalin kalian. Tapi sekarang

Mbak sudah kembali, dan Mbak

janji nggak akan ninggalin

kalian lagi, katanya dengan

penuh kesungguhan.

Dimas sedikit tenang, meski

air matanya masih menetes. Ia

menatap kakaknya dengan mata

merah dan berkata, Mbak

nggak bohong, kan? Dimas

nggak mau Mbak pergi lagi.

Kinan tersenyumn lembut

dan mengangguk. Mbak nggak

akan pergi lagi. Kita akan

sama-sama menjaga Ibu dan

memulai hidup yang lebih baik.

Kata-kata Kinan membuat

Dimas sedikit lega, dan ia

memeluk kakaknya lagi, erat,

seakan tak ingin

melepaskannya. Di sudut kamar,

Bu Yati hanya bisa tersenyum

tipis, meskipun matanya juga

berkaca-kaca melihat

kebersamaan kedua anaknya. la

merasa ada harapan baru di

tengah kesulitan yang mereka

hadapi.

…

Kinan menatap Dimas

dengan lembut, lalu berkata, ‘

Dimas, kamu mau nggak ikut

Mbak Kinan ke kota bersama

Ibu? Kita pergi dari kampung

ini, tinggalin Bapak. Mbak

nggak mau kalian terus disiksa

sama Bapak. Lebih baik kita

mulai hidup baru di kota.

Dimas terdiam,

pandangannya bergantian

menatap Kinan dan ibunya. Ada

kebingungan di wajahnya. la

mengalihkan pandangan ke

arah Bu Yati, mencari kepastian.

Bu Yati hanya tersenyum kecil

dan berkata lembut, Ibu

menurut sama Dimas. Kalau

Dimas mau, Ibu juga setuju.

Mendengar itu, Dimas

akhirnya tersenyum dan

mengangguk ke arah Kinan.

Dimas setuju, Mbak. Dimas akan

ikut ke mana saja Mbak dan Ibu

pergi, katanya dengan suara

penuh keyakinan.

Kinan merasa lega dan

bahagia mendengar jawaban

Dimas. Air mata haru menetes

di pipinya. Ia langsung

memeluk Dimas erat-erat, lalu

menatap ibunya. Terima kasih,

Dimas. Terima kasih, Ibu. Kita

akan memulai hidup baru yang

lebih baik di kota nanti. Mbak

janji, semuanya akan lebih baik,

ucapnya dengan suara bergetar

penuh emosi.

Di dalam pelukan itu,

mereka bertiga merasa seolah

beban yang selama ini menekan

dada mereka perlahan

menghilang. Ada harapan baru

yang menyala, membawa

keyakinan bahwa kebahagiaan

itu mungkin, sejauh mereka

saling mendukung dan

mencintai.

Malamnya, Kinan

mengirim pesan kepada Aryo,

hanya sang suami lah yang

sekarang bisa menjadi

tempatnya berbagi cerita dan

meminta bantuan. Dalam

pesannya, Kinan menjelaskan

rencananya untuk membawa

ibu dan adiknya, Dimas, yang

masih SMP, ikut ke kota.

…

Mas Aryo Bolehkah aku

mengajak Ibu dan adikku ke

kota? Mereka nggak bisa terus

tinggal di sini, Mas. Mereka

sering disiksa Bapak tiriku. Dulu

akujuga sering mengalami hal

yang sama. Aku nggak tega

kalau mereka terus hidup dalam

kondisi seperti ini, tulis Kinan.

Beberapa menit kemudian,

Aryo membalas. Pesannya

penuh dukungan. Aku setuju,

Kinan. Kamu sudah membuat

keputusan yang tepat. Aku akan

bantu sebisa mungkin. Aku

akan siapkan rumah untuk

reka. Adikmu juga akan aku

carikan sekolah.terbaik di kota.

Jangan khawatir, aku akan

memban tumu, balas Aryo.

Mata Kinan berkaca-kaca

membaca pesan itu. Ia merasa

lega dan bersyukur ada Aryo

yang begitu peduli pada dirinya

dan keluarganya. Dengan penuh

sa syukur, Kinan membalas,

Terima kasih, Mas Aryo. Aku

nggak tahu harus bilang apa.

Aku benar-benar berterima

kasih.

….

Aryo kemudian bertanya,

Kapan kamu kemnbali ke kota

Aku merindukanmu, Kinan.

Kinan tersenyum tipis,

membayangkan raut wajah

Aryo saat menulis pesan itu.

Menunggu Ibu sembuh dulu,

Mas. Setelah itu, Aku akan

kembali ke kota bersama Ibu

dan Dimas. Sekalian Kinan akan

mengurus kepindahan sekolah

Dimas.

Baik, kalau begitu hati-hati.

Aku kemarin mendapat laporan

dari Joni, Kalau ada laki-laki

yang menyerangmu di rumah

sakit. Kalau ada apa-apa, segera

Panggil Bodyguard dan kabari

aku, balas Aryo, penuh

kecemasan.

Kinan merasa hatinya

sedikit lebih ringan malam itu.

Dengan dukungan Aryo, ia

yakin mereka bisa memulai

kehidupan baru yang lebih baik

di kota. Langkah ini memang

tidak mudah, tapi Kinan tahu ia

tidak berjalan sendirian.

Setelah tiga hari dirawat,

kondisi Ibu Yati sudah membaik,

dan dokter mengizinkannya

pulang. Hari ini, Kinan

nengantar ibunya pulang ke

rumah untuk mengambil

barang-barang yang akan

mereka bawa ke kota. Dimas,

yang sedang berada di sekolah,

akan dijemput setelah

semuanya siap.

Selama Ibu Yati dirawat,

Pak Dodi sama selkali tidak

menjenguk lagi, bahkan

terkesan tidak peduli. Hal ini

membuat Kinan semakin

mantap untuk membawa ibunya

dan Dimas pergi.

….

Sesampainya di rumah,

Kinan dan Ibu Yati segera mulai

membereskan barang-barang.

Mereka mengambil pakaian dan

dokumen penting saja. Kinan

bekerja cepat dan penuh

semangat, sementara ibunya

terlihat agak gelisah, sering kali

melirik ke pintu, seolah takut

sesuatu akan terjadi.

Ketakutannya terbukti.

Tiba-tiba, suara pintu dibanting

keras terdengar. Pak Dodi

muncul dengan wajah penuh

amarah. Apa yang kalian

lakukan?! bentaknya dengan

suara menggelegar, membuat

suasana menjadi tegang.

Kinan hanya melirik sekilas,

tidak menghiraukannya. Ia

tetap fokus membereskan

barang-barang ibunya, tidak

ingin memberi ruang untuk

argumen yang tidak ada

gunanya.

Melihat diabaikan, Pak Dodi

semakin marah. Ia

menghampiri Ibu Yati, merebut

tas yang sedang dipegangnya,

dan melemparnya ke lantai

dengan kasar. Kalian berpikir

bisa pergi begitu saja dari sini!

serunya dengan nada penuh

ancaman.

….

Ibu Yati terkejut dan

mundur ketakutan, sementara

Kinan langsung berdiri di depan

ibunya, melindunginya. Cukup,

Pak!! ujar Kinan dengan suara

lantang dan tegas. Kami tidak

akan tinggal di sini lagi. Kami

berhak hidup tanpa disiksa dan

ditindas. Jadi, sebaiknya Bapak

biarkan kami pergi!

Pak Dodi tertawa sinis,

mendekat dengan mata

menyala. Kau pikir karena

sudah memiliki sedikit uang,

kamu bisa melawanku, hah?!

Namun sebelum ia sempat

mendekat lebih jauh, langkah

cepat terdengar dari luar. Dua

bodyguard yang bertugas

menjaga Kinan, muncul di

ambang pintu. Melihat mereka,

Pak Dodi langsung terdiam

meskipun wajahnya masih

dipenuhi amarah.

Jika Anda menyentuh

mereka lagi, kami tidak akan

tinggal diam, ujar salah satu

bodyguard dengan nada dingin.

Pak Dodi hanya bisa

menggerutu, giginya terkatup

rapat, Ia kemudian menarik

badan Kinan dan berusaha

melukainya. Lalu, kedua

Bodyguard itu pun dengan cepat

menggagalkan aksi Pak Dodi,

saat dia mencoba untuk

menyerang Kinan

Suasana semakin tegang,

Kinan yang terlepas dari

serangan Pak Dodi, segera

memegang telapak tangan

ibunya. Jangan hiraukan

bapak, kita harus cepat pergi

dari sini.

…

Ibu Yati mengangguk pelan,

meskipun matanya masih

berkaca-kaca. Setelah

membereskan barang-barang

yang dibutuhkan, Kinan segera

menggandeng tangan Ibu Yati.

Ayo, Bu. Kita harus cepat pergi,

ucapnya tegas namun lembut. la

membawa ibunya keluar dari

rumah menuju mobil yang

sudah terparkir di depan, di

mana Pak Danang sudah

menunggu.

Di belakang mereka, suara

Pak Dodi semakin keras. Ia

meronta dan berusaha

melepaskan diri dari

cengkeraman kedua bodyguard

yang dengan tegas menahannya.

Lepaskan aku, dasar kalian

brengsek! Kalian pikir kalian

bisa kabur begitu saja?! Sialan

kalian semua! Pak Dodi

berteriak dan mengumpat kasar,

suaranya menggema di seluruh

halaman rumah.

Kinan tidak menoleh sedikit

pun. Ia tahu menanggapi

kemarahan itu hanya akan

membuang waktu dan energi.

Dengan hati yang mantap, ia

membantu Ibu Yati masuk ke

dalam mobil. Setelah

memastikan ibunya nyaman di

kursi penumpang, Kinan masuk

dan duduk di sampingnya.

Pak Dody masih

mengumpat dari kejauhan,

suaranya semakin penuh

kebencian. Kalian tidak akan

pernah bahagia! Aku sumpahi

kalian menderita! teriaknya,

namun Kinan tetap diam. Ia

hanya menggenggam tangan

ibunya, memberi isyarat bahwa

semuanya akan baik-baik saja.

Mobil pun melaju perlahan

meninggalkan rumah. Pak

Danang menyetir dengan

tenang, sementara Ibu Yati

duduk diam, sesekali mengusap

matanya yang sembab. Kinan

menatap ibunya dengan lembut.

Bu, kita sudah hampir sampai

di sekolah Dimas. Setelah ini,

kita akan segera meninggalkan

kampung ini, ujarnya mencoba

menenangkan.

….

Setelah beberapa menit

perjalanan, mereka sampai di

depan sekolah Dimas. Kinan

keluar dan masuk ke dalam area

sekolah untuk menjemput

adiknya. Begitu melihat

kakaknya, Dimas langsung

berlari mendekat, membawa tas

sekolahnya.

Mbak Kinan! Ibu! serunya

dengan wajah penuh

kegembiraan. Kinan memeluk

adiknya erat, merasakan

kebahagiaan karena kini

keluarganya akan segera

berkumpul di tempat yang lebih

aman. Ayo, Dimas. Kita pergi

sekarang, kata Kinan sambil

tersenyum.

Mereka bertiga masuk ke

mobil, melanjutkan perjalanan

menuju kota, meninggalkan

masa lalu yang penuh luka

untuk memulai lembaran baru

yang lebih baik.

NoteL..i .k..e..mu penyemangat Mimin


Related: Explore more posts

Kisah Menarik Tags:Cerita Basah, Cerita Dewasa, Cerita Panas, Cerita Seru, Kisah Basah, Kisah Seru

Post navigation

Previous Post: JANGAN OM (PART23)
Next Post: JANGAN OM (PART21)

Related Posts

JANGAN OM (PART32) Kisah Menarik
Tetangga idaman (PART31) Kisah Menarik
TERDIAM DALAM TAKDIR (PART26) Kisah Menarik
Perkenalkan namaku Rio , aku seorang mahasiswa baru Kisah Menarik
JANGAN OM (PART51) Kisah Menarik
TERDIAM DALAM TAKDIR (PART36) Kisah Menarik

Recent Posts

  • Judul : Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Judul: Rahasia di Balik Ruang Meeting
  • Judul: “Rahasia di Balik Ruang Meeting”
  • ***ENNY ARROW ***

Recent Comments

No comments to show.

Archives

  • June 2025

Categories

  • Kisah Menarik

Copyright © 2025 LahanBasah.

Powered by PressBook Grid Dark theme