Skip to content
LahanBasah

LahanBasah

BALADA BESAN DAN MENANTU (PART69)

Posted on June 4, 2025 By admin

BALADA BESAN DAN MENANTU (PART69)

Isi Postingan:

BALADA BESAN DAN MENANTU PART69

…Ceritadewasa…

.

.

Malam kali ini sangat berkesan baginidris dan umi Latifah , bagaimana tidak semalam suntuk mereka bergmul layaknya psangan yang baru menikah ..

Sebuah perasaan emosional berdengung

dalam kepala Umi Latifah dan sekejap dia

menyadari kalau kini memiliki lelaki kedua

dalam hidupnya yang benar-benar seperti

yang diinginkannya selama ini.

.

.

.

Jam setengah lima subuh, Idris perlahan

mengenakan kembali pakaiannya. Suasana

kamar terasa hangat meski udara luar begitu

dingin. Umi Latifah tersenyum tipis, matanya

masih menyiratkan rasa pus dan bahagia

yang sulit disembunyikan.

.

.

Sayang, hati-hati pulangnya, bisik Umi

Latifah lembut, tangannya masih

menggenggam lengan Idris.

Iya, Cintaku, makasih atas segalanya… Suara

Idris pelan, seakan masih berat untuk beranjak

pergi. Tatapan Dewi Judes mereka bertemu, saling

menyimpan rahasia yang hanya mereka

berdua yang tahu.

Umi Latifah menggandeng tangan Idris,

membawanya keluar kamar dengan langkah

pelan. Mereka melewati ruang tengah yang

gelap, hanya diterangi cahaya temaram dari

luar. Di depan pintu dapur, mereka kembali

terdiam.

.

.

Kalau kamu susah tdur lagi, tahu kan ke

mana mesti datang? goda Umi Latifah sambil

menyentuh ppi Idris dengan ujung jarinya.

Idris tersenyum malu-malu, wajahnya sedikit

memerah. Iya, Sayang, tapi jangan sampai

ketahuan orang, ya.

Tenang aja, aku kita pandai menyimpan

rahasia.

Umi Latifah kemudian memajukan wajahnya,

mengcup ppi Idris dengan penuh

kelembutan. Sementara Idris tak kuasa

menahan diri, jemrinya memblai pipi Umi

Latifah sebelum akhirnya membalas kecpan

singkat di keningnya.

.

.

.

Aku pulang dulu, Sayang.

Iya, Cintaku.

Mulai sekarang jangan meminta apapun dari

suamimu, karena aku yang akan memenuhi

nafkah lahir dan batinmu, ucap Idris sebelum

akhirnya melangkah keluar, menyusuri jalan

setapak menuju rumahnya dengan hati yang

campur aduk.

Meski langit masih gelap, hatinya terasa

hangat. Di balik pintu dapur, Umi Latifah

masih berdiri, menatap punggung Idris yang

perlahan menghilang dalam gelapnya subuh.

Sejak hari itu, hidup Idris benar-benar berubah

arah. Tak ada lagi hari-hari yang terbuang

untuk berkelana tanpa tujuan. Kini, tiap pagi,

dia bangun lebih awal dari siapa pun di

kampung. Cangkul dan parang menjadi

sahabatnya. Tangan-tangannya yang dulu

hanya lihai bermain kartu atau menggaruk

kepala kini kokoh mengolah tanah, memanen

hasil ladang, atau membantu tetangga

membajak sawah.

Bagi Idris, tak ada lagi pekerjaan yang terlalu

berat atau terlalu hina, semua ia jalani dengan

kepala tegak dan hati penuh semangat. Umi

Latifah harus mendapatkan nafkah lahir dan

batin sebaik yang bisa dia berikan.

.

.

.

Ketika langit berubah gelap, dan Ustaz Bidin

sibuk bermalam di rumah istri mudanya yang

lain, Idris melangkah ringan ke rumah Umi

Latifah. Di sanalah, dalam sunyi yang suci,

Idris menjelma menjadi suami yang penuh

kasih.

Plukannya untuk Umi Latifah adalah pelukan

seorang lelaki yang tidak meminta apa-apa

selain diizinkan untuk saling memuskan dan

mencintai. Senthannya sederhana, penuh

penghormatan. Dia tidak datang membawa

tuntutan, hanya kehadiran.

Mereka berbagi tawa kecil, percakapan pelan,

dan saling berbagi luka yang tak bisa

diungkapkan pada dunia. Tidak ada janji-janji

besar. Tidak ada mimpi-mimpi mewah. Yang

ada hanya satu kenyataan sederhana bersama

di saat mereka bisa, meski tak ada yang tahu

kapan dunia akan mermpas kebahagiaan itu.

Dan ketika fajar menyingsing, mereka kembali

menjalani peran mereka masing-masing. Idris

kembali menjadi pemuda pekerja keras di

ladang, menundukkan kepala seolah tak

pernah mengenal Umi Latifah lebih dari

sekadar ibu guru ngaji di kampung mereka.

.

.

.

Sementara Umi Latifah, dengan kerudung

putih bersih dan wajah tenang, kembali

memimpin pengajian, mengajar anak-anak

membaca Al-Qur’an, dan menunaikan

tugasnya sebagai istri Ustaz Bidin yang

dihormati.

Tak ada tatapan. Tak ada kata rahasia. Siang

hari, dunia milik orang lain. Malam hari, dunia

kecil itu milik mereka berdua saja.

Semuanya berjalan rapi dalam senyap, seakan

-akan cinta dan hubungan terlarang mereka

mereka tumbuh seperti akar pohon. Tak

terlihat, tapi menancap kuat jauh ke dalam

tanah.

.

.

Mengapa tidak sejak dulu aku mengenalmu,

Mas? Ucap Umi Latifah lirih, matanya yang

teduh menatap ke arah Idris, penuh dengan

perasaan yang tak mampu dirangkai dalam

kata-kata.

Idris tidak langsung menjawab. Dia hanya

tersenyum bahagia, senyum penuh syukur.

Karena jauh di dalam hatinya, dia pun

merasakan hal yang sama.

Andai saja waktu bisa diputar kembali,

mungkin mereka tak perlu melalui jalan hidup

yang penuh luka seperti ini. Tapi Idris tahu,

tidak ada gunanya menyesali takdir. Yang

terpenting adalah saat ini, saat di mana

mereka akhirnya dipertemukan dalam

keadaan mereka yang paling jujur dan paling

sederhana.

Dengan jemari kasarnya yang sedikit gemetar,

Idris menggenggam tangan Umi Latifah yang

halus dan hangat.

Di tengah hening yang hanya diisi detak

jantung mereka sendiri, keduanya saling

mengikat janji-janji tanpa suara, tanpa saksi

selain malam itu sendiri.

.

.

.

Kita tinggalkan semua masa lalu, gumam

Idris akhirnya, suaranya serak menahan

emosi.

Aku bukan lagi Idris yang dulu. Dan bagiku…

engkau pun bukan lagi Umi Latifah yang orang

lain kenal. Di hadapanku, engkau hanyalah

perempuan yang kucintai dengan segenap

hatiku.

Umi Latifah menunduk, airmatanya jatuh satu

-satu, membasahi tangan Idris. Bukan karena

sedih, tapi karena kelegaan yang begitu dalam.

Tak peduli seberapa kelam jalan yang pernah

mereka tempuh, malam itu mereka memilih

untuk saling menggenggam, melangkah ke

depan, dan membangun dunia kecil mereka

sendiri. Dunia di mana cinta mereka bisa

tumbuh tanpa rasa bersalah.

.

.

.

Waktu berjalan seperti biasa di kampung kecil

itu, perlahan, tenang, tanpa banyak gejolak.

Namun di balik kehidupan yang terlihat datar,

ada sebuah keajaiban kecil yang sedang

tumbuh dalam diam. Perut Umi Latifah mulai

menampakkan tanda-tanda kehidupan.

Dan ketika akhirnya ia menyadari, ada

kehidupan baru yang tumbuh di dalam dirinya,

hatinya dipenuhi rasa haru yang tak mampu

ia ungkapkan dengan kata-kata. Malam itu,

saat Idris diam-diam datang seperti biasa,

Umi Latifah memelknya erat, lebih erat dari

biasanya.

.

.

.

Mas… bisiknya, suara gemetar menahan

bahagia, Ada titipan dari Allah di dalam

tbuhku.

–

Idris terdiam. Dunia seolah berhenti berputar

sesaat. Lalu senyum perlahan merekah di

wajahnya senyum yang penuh syukur,

sekaligus keharuan yang tak terbendung.

Dia menempelkan telinganya ke prut Umi

Latifah, seakan ingin mendengar detak kecil

yang belum terdengar itu. Air mata, tanpa bisa

ditahan, menggenang di pelupuk matanya.

.

.

Alhamdulillah… gumamnya, nyaris tak

terdengar.

Mereka menyambut kabar itu dengan suka cita,

meski tahu dunia luar tak boleh tahu apa yang

sebenarnya terjadi. Tak seorang pun bertanya,

dan tak seorang pun mencurigai.

Bagi semua orang di kampung, bayi itu

tetaplah anak sah dari seorang Ustaz Bidin

yang punya banyak istri. Tak ada yang tahu

siapa sesungguhnya ayah biolgis dari jbang

bayi itu.

Bagi Idris dan Umi Latifah, rahasia itu akan

mereka bawa sendiri dalam diam, dalam doa,

dalam setiap malam penuh kasih yang mereka

jalani tanpa janji dan pengakuan. Yang

mereka tahu, cinta mereka telah berbuah

menjadi kehidupan baru. Sebuah anugerah

yang lahir dari dua hati yang pernah terluka,

lalu saling menemukan, saling

menyembuhkan.

.

.

.

Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya,

Idris merasa benar-benar menjadi bagian dari

sesuatu yang yang sangat berarti. Bukan untuk

diakui dunia, tapi untuk disyukuri seumur

hidupnya. Aku telah menjadi ayah…

 

Bagaimana kehidupan warga kampung yang

lainnya, Pak Wira, Pak Amat, Amir, Pak

Dudung dan sebagainya?

Sampai berapa lama Umi Latifah dan Idris

bertahan?

Ikuti terus sampai tuntas….

.

.

NoteL..i..k..e..ku penyemangat Mimin


Related: Explore more posts

Kisah Menarik Tags:Cerita Basah, Cerita Dewasa, Cerita Panas, Cerita Seru, Kisah Basah, Kisah Seru

Post navigation

Previous Post: TERDIAM DALAM TAKDIR (PART1)
Next Post: BALADA BESAN DAN MENANTU (PART68)

Related Posts

BELIAU ADALAH IBU MERTUA KU ( PART 96 Kisah Menarik
ADIK IPAR PELIPUR LARA(PART30) Kisah Menarik
Judul: “Rahasia di Balik Ruang Meeting” Kisah Menarik
Tetangga menggoda (PART13) Kisah Menarik
BALADA BESAN DAN MENANTU (PART18) Kisah Menarik
BALADA BESAN DAN MENANTU (PART37) Kisah Menarik

Recent Posts

  • Judul : Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Judul: Rahasia di Balik Ruang Meeting
  • Judul: “Rahasia di Balik Ruang Meeting”
  • ***ENNY ARROW ***

Recent Comments

No comments to show.

Archives

  • June 2025

Categories

  • Kisah Menarik

Copyright © 2025 LahanBasah.

Powered by PressBook Grid Dark theme