Skip to content
LahanBasah

LahanBasah

BALADA BESAN DAN MENANTU (PART66)

Posted on June 4, 2025 By admin

BALADA BESAN DAN MENANTU (PART66)

Isi Postingan:

BALADA BESAN DAN MENANTU PART66

…Ceritadewasa…

.

.

Tanpa rasa ragu, Idris keluar rumahnya,

sengaja berjalan santai melewati depan rumah

Umi Latifah. Di pikirannya, ia ingin melihat

apakah senyum cerah wanita itu masih tersisa.

Atau mungkin, ada hal lain yang bisa ia

pancing dengan sedikit basa-basi.

Sebenarnya dia bisa saja menaklukan Umi

Latifah dengan langsung mengatakan jika tahu

apa yang terjadi di MCK itu, namun bagi Idris,

sebuah permainan yang seru dan baru

sepertinya jauh lebih menarik. Bukan hanya

kepusan wekwok namun seni menkalukan

wanita sholehah. Sejauh ini dia memang belum

pernah menaklukan wanita bergelar ustazah

seperti Umi Latifah.

Idris berjalan perlahan di jalanan tanah yang

sudah mengering akibat sengatan matahri

yang semakin meninggi, tetapi hawa sejuk

khas pedesaan masih terasa. Saat melewati

rumah Umi Latifah, pandangannya langsung

tertuju pada sosok wanita itu yang sedang

duduk di teras depan, memilah-milah sayuran.

Umi Latifah tersenyum tipis melihat Idris, tapi

senyum itu tak seperti biasanya. Ada sesuatu

yang berbeda. Sorot mata yang penuh percaya

diri, seolah menyimpan rahasia besar. Idris

menangkap itu dengan mudah dan dia tahu

jika sang Ustazah tak menolak kehadirannya.

.

.

.

Umi, walau sudah siang masih sibuk aja nih,

sapa Idris dengan nada bercanda, dia berhenti

di depan pagar bambu.

Umi Latifah mendongak, membalas dengan

senyum yang sedikit menggoda. Yah,

namanya juga ibu-ibu, Mas Idris. Kalau nggak

sibuk ya bikin sibuk.

Idris tertawa kecil. Kalau gitu, sibukin saya

juga doong, Umi.

Umi Latifah pura-pura menggeleng, tapi jelas

merah yang berusaha

ada

rona

disembunyikannya. Idris makin penasaran.

Setelah beberapa obrolan ringan, Umi Latifah

akhirnya berdiri.

.

.

.

Masuk aja dulu, Umi bikinin kopi, ya. Kasian

capek udah ngarit ya tadi, ucap Umi Latifah

sambil melangkah masuk ke rumahnya

menuju dapur.

Tanpa pikir panjang, Idris membuka pagar dan

melangkah masuk. Rumah Umi Latifah

memang cukup rapi, aroma khas rumah

pedesaan menyambutnya. Dapurnya berada

di bagian belakang, cukup luas dengan meja

kayu panjang dan perabotan sederhana.

.

.

Silakan duduk, Mas Idris, kata Umi Latifah

seraya mengambil teko air panas dari tungku.

Idris duduk di kursi kayu dekat meja,

memperhatikan setiap gerakan Umi Latifah.

Singlet putih yang dikenakannya membuat

tbuh kekrnya terlihat mencolok. Sementara

itu, Umi Latifah yang mengenakan daster

bermotif bunga dan berkerudung terlihat

semakin anggun di mata Idris.

.

.

.

Mas Idris suka kopi pahit atau manis? tanya

Umi Latifah, sambil membalikkan badan

dengan sedikit senyuman.

Kalau kopi, saya suka yang manis. Tapi kalau

yang lain… kadang pahit juga menarik, jawab

Idris, matanya sedikit menyipit, mencoba

membaca reaksi Umi Latifah.

Wanita itu terkekeh pelan. Kalau gitu, saya

buatin yang manis aja. Biar harinya juga

manis.

Sejatinya Idris masih merasa heran, hatinya

terus bertanya-tanya dengan yang sedang

disaksikannya. Umi Latifah menjadi sangat

berbeda dari yang selama ini dikenalnya.

Bukan hanya tutur katanya yang lembut,

namun suaranya pun terdengar lebih manja,

ditambah gerakan dan gestur tbuhnya terasa

sangat menggoda.

Mungkin karena selama ini Idris tidak terlalu

dekat. Sebelumnya Idris sadar diri kalau Umi

Latifah bukan wanita yang akan mudah

disentuhnya, walau sejak dulu dia sudah

sangat menginginkannya.

Idris menyandarkan tbuhnya, membiarkan

aroma kopi yang perlahan menguar mengisi

ruangan. Suasana terasa semakin akrab. Dan

di dalam hatinya, Idris tahu, Umi Latifah

bukan sekadar ingin membuatkan kopi

untuknya. Ada sesuatu yang sedang bermain

di antara mereka. Sesuatu yang Idris sangat

siap untuk melanjutkannya, bahkan dia sudah

berencana akan memberikan lebih baik dari

yang Umi Latifah dapatkan dari Amir, walau

ukuran rudl Amir lebih besar. Namun dalam

segi permanian Idris bisa bersaing.

Umi Latifah meletakkan gelas kopi di depan

Idris, aromanya menggoda, tapi bukan itu

yang paling menarik perhatian pemuda urakan

itu. Umi Latifah sengaja membngkuk sedikit,

memperlihatkan lkuk tbuhnya

Yang

tersembunyi di balik dster tipisnya.

Idris menangkap gerakan itu dengan sorot

mata tajam, tapi tetap, berusaha menjaga

wajahnya agar terlihat santai. Sebagai pemain

baru dalam menaklukan wanita solehah, Idris

tahu betul harus lebih berhati-hati.

.

.

.

Silakan, Mas Idris, ucap Umi Latifah sambil

duduk di kursi di seberangnya.

Idris mengambil gelas itu, meniup permukaan

kopi panas, lalu menyeruput perlahan. Enak.

Kayaknya kalau tiap hari dibikinin kopi begini,

saya nggak bakal beli di warung lagi, Umi.

Umi Latifah terkekeh, menutup mlutnya

dengan tangan seperti malu, tapi Idris tahu itu

hanya bagian dari permainannya.

.

.

.

Ah, Mas Idris bisa aja. Tapi jangan-jangan

nanti ketagihan lagi.

Kalau kopinya seenak ini, kenapa nggak?

jawab Idris santai, pandangannya tak lepas

dari Umi Latifah.

Beberapa menit berlalu, obrolan mereka makin

lepas. Idris, dengan gaya urakannya, sesekali

melempar candaan yang sedikit menggoda.

Umi Latifah pun menanggapinya dengan

cekikan tawa.

Mas Idris ini nggak ada bedanya ya, dari dulu

suka godain emak-emak terus, sindir Umi

Latifah manja.

Kalau yang digodain secantik Umi Latifah, ya

siapa yang bisa tahan? Dan jujur saja, baru

kali ini saya berani godain wanita secantuk

dan sesolehah Umi, Idris sengaja berucap

dengan nada rendah, tatapannya menelisik ke

dalam mata Umi Latifah.

Pipi Umi Latifah memerah samar. Ah, Mas

Idris jangan bercanda terus. Nanti Umi

beneran kegeeran, nih. Bahaya kan udah ada

suami.

Kalau saya serius, gimana? balas Idris, kali

ini suaranya terdengar lebih pelan, lebih dalam.

Sejenak suasana menjadi hening. Hanya

terdengar suara angin dari sela-sela jendela.

Umi Latifah mengggit bbirnya pelan, seolah

sedang menimbang sesuatu. Idris tahu, inilah

saatnya.

.

.

.

Tiba-tiba Umi Latifah berdiri, berjalan perlahan

ke dapur dengan alasan mengambil gula

tambahan. Tapi gerakannya terlihat sengaja,

seolah mengundang Idris untuk mengikutinya.

Dan benar saja. Dengan tbuh tegap, Idris

meletakkan gelasnya, lalu mengikuti langkah

Umi Latifah. Di sudut dapur yang agak redup,

mereka berdiri berhadapan. Umi Latifah

menunduk pura-pura sibuk dengan toples

gula, tapi tangan Idris dengan lembut

menyentuh pergelangan tangannya.

.

.

.

Umi… bisik Idris, suaranya bergetar pelan.

Umi Latifah mendongak, mata mereka

bertemu dalam jarak yang begitu dekat. Tanpa

kata-kata lagi, aura di antara mereka sudah

bicara. Sebuah permainan berbahaya baru saja

dimulai.

Umi Latifah terdiam, jantungnya berdegup

lebih kencang. Ia tahu betul arah dari semua

ini, tapi tidak juga menjauh. Justru, tangannya

gemetar kecil saat Idris semakin mendekat.

Mas Idris… suara Umi Latifah terdengar lirih,

seperti peringatan, tapi juga tanpa kekuatan.

Idris tersenyum tipis, mata nakalnya terus

mengunci pandangan Umi Latifah. Umi nggak

usah takut. Saya cuma pengen ngobrol lebih

dekat.

Umi Latifah menelan ludah. Suasana dapur

yang remang-remang, aroma kopi yang masih

terisa di udara, dan kehangatan tbuh Idris

yang terasa begitu dekat membuat segalanya

terasa lebih rumit. Aroma sabun yang

menguar dari tbuh lelaki urakan itu kian

membuat Umi Latifah berdebar-debar.

.

.

.

Kalau ketahuan orang, gimana… tanya Umi

Latifah.

Siapa yang bakal tahu? potong Idris cepat,

suaranya penuh keyakinan.

Umi Latifah terdiam lagi. Tangannya masih

menggenggam toples gula, tapi tak ada niat

sedikit pun untuk menuangkannya ke dalam

gelas. Dia merasakan sesuatu yang sedikit

berbeda dari

dari senasi-sensai sebelumnya.

Bahakn saat dengan Amir.

Umi Latifah merasakan jika Idris benar-benar

menginginkan dirinya, berbeda dengan lelaki lain…

Mas Idris, kamu nakal… gumam Umi Latifah

akhirnya, setengah tersenyum.

Nakal kalau sama yang cantik kayak Umi,

nggak masalah kan? Idris mencondongkan

tbuhnya, suaranya semakin berat dan

menggoda.

Umi Latifah tertawa kecil, mencoba menutupi

kegugupannya. Tapi Idris tak memberinya

kesempatan. Tangannya perlahan menyntuh

pnggang Umi Latifah, sekadar menguji reaksi.

Tak ada penolakan. Hanya debaran yang

terasa semakin kuat.

.

.

.

Kopi tadi enak, bisik Idris tepat di telinga

Umi Latifah. Tapi ada yang lebih manis di

sini.

Umi Latifah menutup matanya sesaat,

membiarkan rasa bersalah yang singkat itu

tenggelam dalam kenikmatan yang mulai

menyeruak. Tubuhnya bergetar, tapi kali ini

bukan karena takut.

Mas Idris…

Ya?

Jangan lama-lama…

Senyum Idris semakin lebar. Tenang aja, Umi.

Kita kan cuma ngobrol, lagian masih banyak

waktu. Kita kan bertetangga dekat.

Tapi baik Idris maupun Umi Latifah tahu,

obrolan itu sudah melewati batas. Dan di balik

pintu dapur yang tertutup rapat, rahasia baru

pun mulai terjalin.

Suara deru motor bebek terdengar dari

halaman depan, membuat Umi Latifah

tersentak. Jantungnya seolah berhenti sejenak.

Idris yang semula begitu percaya diri,

langsung tegak berdiri dengan tatapan

waspada.

.

.

.

Anisa! bisik Umi Latofah menyadari siapa

datang.

Idris segera kabur melalui pintu belakang,

bbirnya tersenyum karena langkah

pertamanya sudah sangat berhasil. Tinggal

tindak lanjut yang lebih dahsyat.

 

.

.

NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin


Related: Explore more posts

Kisah Menarik Tags:Cerita Basah, Cerita Dewasa, Cerita Panas, Cerita Seru, Kisah Basah, Kisah Seru

Post navigation

Previous Post: BALADA BESAN DAN MENANTU (PART67)
Next Post: BALADA BESAN DAN MENANTU (PART61-65)

Related Posts

Malam Pertama di Kos-Kosan Kisah Menarik
TETANGGA IDAMAN (PART29) Kisah Menarik
ADIK IPAR PELIPUR LARA (PART2) Kisah Menarik
Tetangga idaman (PART32) Kisah Menarik
BALADA BESAN DAN MENANTU (PART67) Kisah Menarik
TETANGGA MENGGODA (PART26) Kisah Menarik

Recent Posts

  • Judul : Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Judul: Rahasia di Balik Ruang Meeting
  • Judul: “Rahasia di Balik Ruang Meeting”
  • ***ENNY ARROW ***

Recent Comments

No comments to show.

Archives

  • June 2025

Categories

  • Kisah Menarik

Copyright © 2025 LahanBasah.

Powered by PressBook Grid Dark theme