Skip to content
LahanBasah

LahanBasah

BALADA BESAN DAN MENANTU (PART51)

Posted on June 4, 2025 By admin

BALADA BESAN DAN MENANTU (PART51)

Isi Postingan:

BALADA BESAN DAN MENANTU PART51

…CERITADEWASA

Mereka duduk di meja kecil dapur. Obrolan

ringan pun mengalir tentang jendela yang

rusak, tanaman yang tumbuh liar, hingga

cerita masa kecil mereka di kampung. Tapi di

balik itu semua, ada detak jantung yang

berdetak lebih cepat dari biasanya.

Pak Amat tahu, malam ini berbeda. Tapi ia

masih menjaga adab. Ia tahu, rasa yang

terpendam tidak harus selalu dilampiaskan –

kadang cukup dimengerti.

Umi Latifah pun sadar, kedekatan mereka

bagai dua cahaya lilin yang saling mendekat,

namun belum tentu bersatu. Ia hanya ingin

ditemani. Bukan untuk dicinta, tapi cukup

untuk dimengerti.

Obrolan itu awalnya seperti biasa. Mereka

membahas tanaman, kabar mushala, bahkan

sampai harga beras yang katanya mau naik

lagi. Tapi lambat laun, pembicaraan mereka

seperti mengalir ke arah yang lebih personal,

lebih… jujur.

.

.

.

Umi Latifah duduk menyilangkan kakinya,

daster biru langit yang dikenakannya tampak

sederhana namun menyiratkan kenyamanan.

Tangannya masih memutar-mutar sendok

kecil dalam gelas. Mata Pak Amat mencuri

pandang beberapa kali-bukan karena niat tak

baik, tapi lebih karena terpesona.

Sosok yang selama ini ia anggap hanya istri

orang ternyata menyimpan begitu banyak

luka yang tersembunyi di balik senyum ramah

dan tutur halusnya..

Pak Amat… Umi membuka suara setelah

jeda yang agak panjang. Pernah nggak merasa

kayak… hidup kita tuh lengkap, tapi kosong?

Pak Amat diam sejenak. Lalu mengangguk.

Sering, Mi… bahkan sampai saya ngerasa, ini

semua podcast hiburan pura-pura. Hidup saya tuh kayak orang

yang ikut jalan, tapi nggak tahu arahnya.

Umi menatap ke arah luar jendela. Langit

malam mulai menggelap, dan samar-samar

terdengar suara anak-anak di kejauhan sedang

main petasan kecil. Tapi di dalam, suasana

justru makin tenang.

.

.

.

Saya capek, Pak Amat, ucapnya pelan.

Capek pura-pura baik-baik aja. Capek selalu

bilang ‘nggak apa-apa’ padahal hati saya

dingin… kosong. Ustad Bidin itu baik, tapi dia

lebih sayang ke pekerjaannya. Saya ini istrinya,

tapi kadang ngerasa kayak… nggak punya hak

apa-apa.

Pak

Amat

menghela napas panjang,

menggeser posisi duduknya. Umi tahu nggak?

Dua tahun ini saya hidup kayak robot. Bangun,

kerja, pulang, tdur. Cuma gitu. Tapi sejak

mulai sering ngobrol sama Umi… saya mulai

bisa ketawa lagi. Saya mulai senyum tanpa

alasan lagi.

Ucapan itu membuat Umi Latifah diam.

Bibirnya sempat terbuka, tapi tak jadi bicara.

Ia hanya menunduk, seolah menahan air mata

yang sudah menggenang.

Saya nggak tahu perasaan ini apa, Pak…

katanya lirih. Tapi saya juga ngerasa lebih

hidup. Bukan karena saya mau main-main,

bukan juga karena saya pengin selingkh…

tapi saya butuh teman. Teman yang bisa

duduk bareng tanpa harus merasa bersalah.

Teman yang bisa ngerti, tanpa harus

menuntut.

.

.

.

Pak Amat menatap Umi, kali ini lebih lama.

Ada kehangatan yang tak bisa disangkal. Ia

mengangguk pelan.

Saya ngerti, Mi. Saya juga nggak minta apa-

apa. Saya cuma pengin ada buat Umi, kalau

Umibutuh. Tanpaembel-embel. Tanpapamrih.

Keduanya terdiam. Hanya suara detik jam

dinding yang perlahan terdengar, seolah

menjadi saksi atas dua hati yang pelan-pelan

membuka pintunya masing-masing. Tak ada

pelukan. Tak ada sentuhan. Tapi ada

pengakuan, dan rasa yang diam-diam tumbuh,

seperti tunas yang baru mencuat dari tanah

setelah musim kemarau panjang.

Malam makin larut. Pak Amat melirik jam.

Saya pamit dulu ya, Mi. Nggak enak kalau

terlalu malam.

Umi tersenyum, ada sedikit kilau air di

pelupuk matanya. Iya, makasih ya Pak… buat

semuanya. Kalau besok sempat, mampir aja.

Saya mau nyoba resep baru, siapa tahu Pak

Amat mau jadi korban pertama.’

Pak Amat tertawa kecil. Wah, kalau urusan

makanan, saya siap kapan aja, Mi.

Dan malam itu, saat langkah Pak Amat

menjauh dari rumah Umi Latifah, hatinya

masih bergetar. Bukan karena dosa. Tapi

karena… ia merasa dimengerti, akhirnya.

 

.

.

.

Pagi itu, matahari belum tinggi saat Umi

Latifah membuka jendela dan menghirup

udara segar. Wajahnya cerah, lebih segar dari

biasanya. Entah kenapa, tdur malamnya

terasa pulas, dan mimpinya pun indah-seperti

taman dengan banyak bunga, seperti ada

seseorang yang mengajaknya duduk dan

tertawa di bawah pohon rindang. Dan yang..

.

.

NoteL..i..k..e .. dulu gaes


Related: Explore more posts

Kisah Menarik Tags:Cerita Basah, Cerita Dewasa, Cerita Panas, Cerita Seru, Kisah Basah, Kisah Seru

Post navigation

Previous Post: BALADA BESAN DAN MENANTU (PART52)
Next Post: BALADA BESAN DAN MENANTU (PART50)

Related Posts

Judul: Gua Rahasia Kisah Menarik
Gelombang Hasrat di Malam Badai: Petualangan Cinta yang Kisah Menarik
JANGAN OM (PART73) Kisah Menarik
Tetangga menggoda (part 17) Kisah Menarik
BALADA BESAN DAN MENANTU (PART75) Kisah Menarik
BALADA BESAN DAN MENANTU (PART15) Kisah Menarik

Recent Posts

  • Judul : Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Judul: Rahasia di Balik Ruang Meeting
  • Judul: “Rahasia di Balik Ruang Meeting”
  • ***ENNY ARROW ***

Recent Comments

No comments to show.

Archives

  • June 2025

Categories

  • Kisah Menarik

Copyright © 2025 LahanBasah.

Powered by PressBook Grid Dark theme