Skip to content
LahanBasah

LahanBasah

BALADA BESAN DAN MENANTU (PART49)

Posted on June 4, 2025 By admin

BALADA BESAN DAN MENANTU (PART49)

Isi Postingan:

BALADA BESAN DAN MENANTU PART49

…Ceritadewasa

Malam mulai merayap pelan, membawa hawa

dingin yang mengggit kulit. Pak Amat

membuka pintu rumahnya dengan langkah

pelan. Di tangan kirinya masih ada bungkusan

dari kebun yang tadi sempat ia berikan ke

Umi Latifah-satu-satunya momen hangat hari

itu yang justru sekarang membuatnya gelisah

luar biasa.

.

.

Sesampainya di ruang tengah, ia menaruh

peci dan duduk di kursi rotan tua yang sudah

mulai kendur talinya. TV menyala seadanya,

volume kecil, menampilkan tayangan

pengajian yang biasanya ia ikuti dengan

khusyuk. Tapi malam ini… ia hanya melamun.

Tatapannya kosong ke layar.

Yang muncul justru wajah Umi Latifah-

senyumnya, sorot matanya, dan cara dia

bicara seolah menyimpan sesuatu. Terutama

saat menjelang Pak Amat pamit dan Umi

berbisik sambil tersenyum,

Kalau masih mau

ngobrol, Pak… nanti setelah isya main aja lagi.

Lewat dapur aja ya…

Kalimat itu berputar-putar seperti rekaman

rusak. podcast hiburan Umi bilangnya pelan, tapi nadanya

manis sekali. Bikin hatinya hangat tapi

sekaligus tak tenang.

Pak Amat

mengusap wajah.

wajah. Hatinya

berkecamuk. Ia memang duda, sudah cukup

lama sendiri. Sering bilang ke orang-orang

kalau tak mau menikah lagi. Tapi bukan

berarti hatinya kebal. Dan Umi Latifah… ah,

perempuan itu, selalu saja berhasil

menyelinap ke pikirannya.

.

.

.

Ia berdiri, lalu duduk lagi. Berdiri lagi, berjalan

ke dapur, lalu kembali lagi ke ruang tamu.

Seperti orang bingung. Napasnya panjang-

pendek. Matanya kadang menatap pintu

seolah berharap ada angin atau alasan datang

untuk menahan langkahnya.

Tapi tak ada.

Hanya sepi, dan desir angin di luar jendela.

Akhirnya, setelah beberapa menit berdialog

dengan pikirannya sendiri, Pak Amat

mengambil peci dan sarungnya lagi. Ia

mengambil tas belanja kain dari balik lemari,

lalu melangkah keluar.

Belanja dulu, katanya pelan, lebih untuk

dirinya sendiri.

Tapi hatinya tahu. Ini bukan soal belanja.

Ini tentang seseorang yang diam-diam sudah

jadi alasan kegelisahannya selama ini.

.

Warung Pak Dudung terletak di pojok

kampung, di bawah pohon jambu air yang

sudah tua. Lampunya kuning temaram, tapi

cukup terang untuk menunjukkan aneka

barang dari sembako, kebutuhan mandi,

sampai baut-baut dan kunci pintu.

Pak Amat tiba dengan langkah agak terburu-

buru. Dda masih sedikit sesak oleh gelisah,

tapi wajahnya ia jaga tetap biasa. Ia

mengambil keranjang belanja dan mulai

memunguti beberapa barang kunci jendela,

sabun, sikat, beberapa camilan, bahkan

minyak goreng ukuran kecil.

Pak Dudung yang sedang duduk sambil

menyeduh kopi langsung menoleh dan

tersenyum menggoda.

.

.

.

Walah, tumben amat, Mat. Biasanya beli

sabun doang, sekarang macam-macam. Mau

bikin dapur sendiri apa gimana? godanya,

tertawa kecil.

Pak Amat hanya tersenyum, agak canggung.

Hehe… ya buat stok aja, Dud.

Pak Dudung berdiri, membantu memasukkan

barang ke kantong plastik. Stok apa stok… nih

kuncinya, yang nomor lima. Tapi kalo jendela

Umi Latifah, harus kunci nomor sepuluh, biar

gak gampang dibuka orang, ya gak?

Pak Amat kaget, sedikit terdiam. Lho,

emangnya kamu tahu?

Pak Dudung terkekeh. Lah… kampung ini

kecil, Mat. Lagian tadi sore ada yang lihat

kamu keluar dari rumah Umi. Santai aja,

namanya juga bantu-bantu.

Pak Amat mengangguk pelan, berusaha tetap

tenang. Tapi dalam hatinya, kata-kata Pak

Dudung menohok. Ya, ia tahu, semua orang

bisa bicara. Tapi kenapa hatinya justru makin

ingin kembali ke rumah itu?

Setelah membayar, Pak Amat pamit.

Nanti kalau butuh baut atau paku, bilang aja

ya. Tapi jangan pas malam Jumat, kata Pak

Dudung, masih sambil nyengir.

.

.

.

Pak Amat yang sudah menenteng plastik

belanjaan, terhenti sejenak ketika mendengar

bisikan Pak Dudung di dekat telinganya.

Pak Dudung mencondongkan tbuh, suaranya

nyaris seperti dsahan rahasia, Wajar, Mat…

kamu duda. Umi Latifah itu… ya walau

bersuami, tapi udah kayak janda. Lebih sering

sendirian daripada nggak. Kamu tahu saya,

tenang aja… asal hati-hati.

.

.

Pak Amat hanya diam. Bbirnya tersenyum,

tapi matanya seperti menyimpan ribuan

kalimat yang tidak bisa diucapkan. Ia tahu,

Pak Dudung bukan orang sembarangan.

.

.

NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin


Related: Explore more posts

Kisah Menarik Tags:Cerita Basah, Cerita Dewasa, Cerita Panas, Cerita Seru, Kisah Basah, Kisah Seru

Post navigation

Previous Post: BALADA BESAN DAN MENANTU (PART50)
Next Post: BALADA BESAN DAN MENANTU (PART48)

Related Posts

ADIK IPAR PELIPUR LARA (PART2) Kisah Menarik
BALADA BESAN DAN MENANTU (PART66) Kisah Menarik
Malam di Kampung Kisah Menarik
BALADA BESAN DAN MENANTU (PART02) Kisah Menarik
Judul: Gua Rahasia Kisah Menarik
BALADA BESAN DAN MENANTU (PART06) Kisah Menarik

Recent Posts

  • Judul : Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Judul: Rahasia di Balik Ruang Meeting
  • Judul: “Rahasia di Balik Ruang Meeting”
  • ***ENNY ARROW ***

Recent Comments

No comments to show.

Archives

  • June 2025

Categories

  • Kisah Menarik

Copyright © 2025 LahanBasah.

Powered by PressBook Grid Dark theme