BALADA BESAN DAN MENANTU (PART35)
Isi Postingan:
BALADA BESAN DAN MENANTU PART35
…Ceritadewasa..
.
.
.
Gosip tentang Pak Wira yang impten pun
benar-benar terbantahkan.
Keesokan paginya, seusai salat Subuh di
masjid, Pak Amat dengan hati yang masih
gelisah berjalan menuju rumah Pak Wira.
Sepanjang jalan pikirannya terus dipenuhi
oleh apa yang dia saksikan semalam. Meski
begitu, Pak Amat tahu bahwa urusan sawah
harus segera diselesaikan, dan dia tidak bisa
membiarkan perasaannya menghalangi
kepentingan yang lebih besar.
Sesampainya di rumah Pak Wira, Pak Amat
memperhatikan bahwa Pak Wira tidak ikut
salat Subuh di masjid pagi itu, yang
sebenarnya sudah membuatnya merasa
sedikit tidak nyaman. Namun, ketika pintu
rumah dibuka, Pak Wira menyambutnya
dengan senyuman hangat seperti biasa, seolah
tidak ada hal yang terjadi semalam. Pak Wira
sama sekali tidak sadar bahwa Pak Amat telah
menyaksikan apa yang seharusnya tetap
tersembunyi di balik tembok rumahnya.
.
.
.
Assalamu’alaikum, Pak Amat. Silakan masuk,
Pak, ucap Pak Wira ramah.
Wa’alaikumussalam, Pak Wira, jawab Pak
Amat sambil menutupi kegelisahan yang
merayap di hatinya. Dia berusaha bersikap
biasa saja, meski perasaan tak nyaman itu
terus membebani pikirannya.
Mereka duduk di ruang tamu dan mulai
membicarakan rencana jual beli sawah yang
sudah disepakati sebelumnya.
Pak Wira dengan tenang menjelaskan
rencananya, sesekali menanyakan pendapat
Pak Amat soal langkah-langkah yang akan
mereka tempuh. Pak Amat mendengarkan,
meski di dalam hati ada sesuatu yang
mengganjal. Setiap kata yang keluar dari
mulut Pak Wira terdengar biasa saja, tapi Pak
Amat sulit menghilangkan bayangan kejadian
semalam.
Jadi, Pak Amat, kata Pak Wira, kita akan
urus semuanya di kantor desa minggu depan,
ya. Tapi, seperti yang sudah kita bicarakan,
saya akan kasih uang muka sebagai tanda jadi.
Sekitar 25 juta, ya?
Pak Amat mengangguk pelan. Iya, Pak Wira.
Itu sudah kita sepakati. Saya rasa memang
sebaiknya begitu, jawabnya, suaranya sedikit
bergetar namun berusaha terdengar biasa.
Pak Wira, yang tidak curiga sama sekali,
melanjutkan, Kalau begitu, bagaimana kalau
kita ke bank hari ini juga? Saya ambil uang
mukanya, supaya urusannya cepat selesai.
Pak Amat setuju, dan pagi iru juga mereka
bergegas pergi ke bank bersama, dengan
motor Pak Wira.
Sepanjang perjalanan, percakapan mereka
tampak seperti biasa, penuh basa-basi tentang
kehidupan di desa, tanaman padi, dan cuaca.
Namun, di dalam hati Pak Amat, setiap kata
yang diucapkan Pak Wira semakin
memperdalam kegelisahannya. Bayangan
kejadian semalam terus menghantuinya,
meski ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak
menunjukkan perasaannya.
.
.
.
Sesampainya di bank, Pak Wira mengambil
uang muka sebesar 25 juta seperti yang telah
disepakati. Pak Amat hanya bisa tersenyum
tipis saat menerima uang tersebut, meskipun
perasaan tak nyaman masih terus
menghantui hatinya. Mereka berdua kembali
ke rumah masing-masing, membawa rahasia
besar yang tersimpan di antara mereka,
rahasia yang mungkin suatu saat akan
terungkap, atau malah terkubur dalam diam.
Setelah tiba di rumah, Pak Amat langsung
menyimpan uang hasil tanda jadi di lemari
kayu tua yang berada di kamarnya. Milah,
menantunya, melihat ayah mertuanya bersiap
-siap untuk ke sawah dan bertanya dengan
lembut, Bapak mau ke sawah ya? Kok siang
amat Pak.
.
.
.
NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts