BALADA BESAN DAN MENANTU (PART26)
Isi Postingan:
BALADA BESAN DAN MENANTU PART26
…Ceritadewasa…
.
.
.
Suasana di ruangan ini
berbeda, lebih lembut, lebih santai, dan
dengan cahaya yang minim, semuanya terasa lebih intm.
Mereka duduk bersebelahan, meski masih ada
jarak yang cukup sopan di antara mereka.
Suara televisi mengisi keheningan, namun
pikiran Umi Latifah tetap dipenuhi oleh
bayangan tentang perasaannya yang semakin
sulit dikendalikan. Minuman di tangannya
terasa hangat, tapi hatinya terasa jauh lebih
panas.
.
.
.
Pak Wira, sebenarnya saya nggak tahu kenapa
malam ini saya ke sini… Umi Latifah
memulai, suaranya bergetar tipis, matanya tak
bisa fokus pada televisi di depannya.
Pak Wira menyesap tehnya perlahan, lalu
menoleh pada Umi Latifah. Mungkin Umi
hanya butuh teman bicara. Kadang, kita nggak
harus selalu tahu alasan kenapa kita
melakukan sesuatu.
Umi Latifah tersenyum kecil mendengar
jawaban itu. podcast hiburan Namun di dalam hatinya, dia
tahu ada alasan yang lebih dalam daripada
sekadar butuh teman bicara. Rasa yang
menggelayuti pikirannya semakin sulit ia
abaikan. Pak Wira, dengan sikap tenangnya,
seolah memberikan ruang untuk perasaan itu
tumbuh, tanpa menekan atau memaksa.
Saya nggak biasa begini, tapi… mungkin saya
memang perlu tempat untuk… merasa bebas,
menajadi diri sendiri seperti saat ini, bisik
Umi Latifah, suaranya hampir tak terdengar di
tengah suara televisi yang terus menyala.
.
.
.
Apakah Umi merindukn saya? tanya Pak
Wira kalem. Umi Latifah tanpa bisa menolak,
kepalanya mengangguk bukan menggeleng.
Sama Umi, saya juga sebenarnya sedang
merindukan Umi, makanya tadi malam saya
datang ke rumah Umi, pura-pura ngobrol
dengan Ustad Bidin, padahal saya sangat
kengem sama Umi.
Masa sih, duh aku jadi sangat seneng
dengernya. Pak Wira, terima kasih ya sudah
rindu sama aku. Tiba-tiba wajah Umi Latifah
berubah ceria, namun ucapannya makin
lembut dan manja, laksana abege yang baru
mendapat ucapan cinta dari pemuda
idamannya.
Umi Latifah menatap Pak Wira dengan tatapan
berbeda, tidak lagi sebagai tetangga atau besan,
tapi seolah ia sedang melihat pria yang
memicu hasrat terpendamnya. Tangannya
gemetar sedikit saat menyimpan cangkir di
atas meja. Sekilas, sentuhan tangan mereka
bertemu, dan itu membuat Umi Latifah
semakin tidak tenang.
.
.
.
Umi Latifah tak bisa menahan dirinya lagi.
Tbuhnya bergerak mendekat ke arah Pak Wira
Wira, semakin dekat hingga jarak mereka
hanya sejangkauan tangan. Pak
menatapnya dengan senyuman tipis.
Umi, kenapa? Apa adayangsalah dengan aku?
Pak Wira bertanya dengan nada santai seolah
bingung namun senyumnya mengembang. Dia
pun mengubah bahasanya menjadi ‘aku-kamu’
lebih santai dan akrab tidak seperti bisanya,
‘saya’ penuh rasa hormat.
Umi Latifah menghela napas dalam, mencoba
menenangkan hatinya yang bergejolk.
Namun, justru semakin tak terkendali. Dengan
tatapan yang penuh perasaan,
memberanikan diri untuk berkata.
.
.
.
NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts