BALADA BESAN DAN MENANTU (PART24)
Isi Postingan:
BALADA BESAN DAN MENANTU PART24
…Ceritadewasa..
.
.
.
Assalamu’alaikum, Umi… Aduh, Umi Latifah
kelihatan cantik banget malam ini, kata Pak
Wira dengan nada kagum, tak bisa menahan
pujiannya.
Umi Latifah menundukkan pandangannya
sejenak, merasa sedikit malu. Pipinya
memerah karena ucapan Pak Wira, namun
senyum manis tak bisa ia sembunyikan.
Wa’alaikumsalam, Pak Wira… ah, biasa saja
kok, jawab Umi Latifah sambil menggigit
bbirnya pelan, menyadari bahwa dia benar-
benar menikmati perhatian ini.
Pak Wira tersenyum lebih lebar, lalu membuka
pintu lebih lebar dan mempersilakan Umi
Latifah masuk. Masuk, Umi, jangan di luar,
nanti kehujanan, katanya.
Umi Latifah melangkah masuk dengan sedikit
ragu-ragu, namun dalam hatinya ada perasaan
hangat yang tak bisa ia abaikan. Di dalam
rumah, suasananya hangat dan tenang, jauh
dari hujan gerimis di luar. Mereka berdiri
berhadapan dalam ruangan yang cukup luas,
namun ada ketegangan yang tak terucapkan
di antara mereka.
.
.
.
Umi, kenapa berdandan secantik ini? Seperti
mau ke pesta saja, Pak Wira menggodanya
dengan nada lembut, matanya tak lepas
memandang Umi Latifah dari ujung kepala
hingga ujung kaki.
Umi Latifah tertawa kecil, meski ia tahu
pertanyaan itu tak sepenuhnya main-main.
Ah, nggak kok, cuma… ya, sekalian saja. Kan
nggak salah kalau ingin tampil rapi, jawabnya,
tapi nada podcast hiburan suaranya terdengar sedikit genit.
Malam itu, di rumah Pak Wira, Umi Latifah
merasa dirinya berubah. Ada perasaan berani
yang perlahan muncul, rasa malu yang
biasanya ia rasakan seolah lenyap. Entah
mengapa, di hadapan Pak Wira, dia merasa
bebas menjadi seseorang yang berbeda.
.
.
.
Dia menatap Pak Wira dengan pandangan
yang lebih lembut, lebih terbuka, sambil
memainkan ujung selendangnya dengan
jemarinya, sesuatu yang tampak begitu
menggoda.
Pak Wira, yang sejak awal sudah menduga
kedatangan Umi Latifah, merasa
merasa sedikit
terkejut dengan perubahan sikap wanita itu.
Namun, ia tak menolak kedekatan yang tiba-
tiba muncul. Ia tersenyum, berusaha menjaga
kesan biasa, meski dalam hati ia tahu ada
sesuatu yang berbeda malam ini. Umi Latifah
tak seperti biasanya, dan entah bagaimana,
Pak Wira teramat menyukainya.
.
.
.
Wah, kalau begini, saya jadi merasa kurang
sopan nih, cuma pakai sarung dan kaos, kata
Pak Wira sambil tertawa kecil, meski matanya
berbicara lain.
Umi Latifah menatapnya dan tersenyum
nakal. Nggak apa-apa kok, Pak Wira. Saya
juga datang nggak lama… cuma ingin ngobrol
sebentar, katanya dengan nada yang lebih
lembut dari biasanya, membuat atmosfir di
antara mereka semakin panas meski gerimis
masih turun di luar.
Pak Wira tertawa kecil mendengar jawaban
Umi Latifah. Ngobrol apa saja boleh, Umi.
Lagipula, malam ini sunyi sekali, bagus kalau
ada yang datang menemani, katanya sambil
menutup pintu dan berjalan menuju ruang
tengah.
.
.
.
Umi Latifah mengikuti langkah Pak Wira
dengan hati yang masih berdebar. Tubuhnya
terasa ringan namun pikirannya penuh dengan
bayangan yang tak bisa dia kendalikan. Di satu
sisi, ada rasa malu yang samar-samar masih
bertahan. Namun, di sisi lain, ada keberanian
baru yang membuatnya semakin ingin berada
di dekat Pak Wira.
Di ruang tengah, Pak Wira duduk santai di
kursi yang sering ia pakai untuk bersantai.
Sementara itu, Umi Latifah duduk di sofa yang
terletak tak jauh darinya. Meski mereka tidak
duduk bersebelahan, suasana terasa sangat
dekat, lebih dekat dari yang seharusnya.
Umi cantik sekali malam ini, ucap Pak Wira
lagi, suaranya rendah dan memancing
senyuman malu-malu di wajah Umi Latifah.
Wanita itu tertawa pelan. Pak Wira bisa saja
saya cuma berdandan biasa.
.
.
.
Tapi berbeda. Umi seperti mau ke acara besar.
Untuk saya, ya? goda Pak Wira sambil
menatap Umi dengan tatapan yang sulit
diartikan.
Umi Latifah mengggit ibirnya perlahan,
menahan perasaan yang semakin menguat di
ddanya. Nggak… cuma iseng saja. Lagipula,
siapa lagi yang bisa Umi dandanin kalau bukan
besan?
.
.
NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts