BALADA BESAN DAN MENANTU (PART20)
Isi Postingan:
BALADA BESAN DAN MENANTU PART20
…Ceritadewasa…
.
.
.
Umi Latifah, sepertinya kita perlu meluruskan
beberapa hal. Tapi, sebelum itu, bagaimana..
kalau Umi buatkan saya kopi dulu? Saya tahu
kopi buatan Umi terkenal enak.
Umi Latifah sedikit terkejut dengan
permintaan itu. Dalam hatinya, ia tahu ada
maksud di balik kata-kata Pak Wira. Namun,
dengan rasa takut dan cemas yang semakin
mencekik, ia merasa tidak punya pilihan lain
selain mengikuti apapun permintaannya.
Baik, Pak Wira, jawabnya dengan suara
bergetar, mencoba terlihat tenang meski
pikirannya kalut.
.
.
.
Umi Latifah pun menuju dapur,
mempersiapkan kopi seperti yang diminta.
Tangannya sedikit gemetar saat menuangkan
air panas ke dalam cangkir. Dia merasa ada
beban besar yang menghimpitnya, karena kini
posisinya jauh lebih lemah. Dan dia sudah
menduga apa yang akan dilakukan Pak Wira
kepadanya di dapur ini. Setiap detik di dapur
itu dia benar-benar nantikan dengan pasrah.
Pak Wira memperhatikan dari ruang tamu,
senyum licik terukir di wajahnya. Dia tahu
Umi Latifah berada dalam genggamannya
sekarang, dan dia juga tahu bahwa ini adalah
momen untuk menunjukkan bahwa dirinya
jauh dari kata loyo.
.
.
.
Pak Wira perlahan bangkit dari duduknya.
Langkahnya tenang namun penuh maksud.
Dia mendekati setiap jendela di ruang tamu
dan mulai menutup gordeng satu per satu.
Pikirannya berputar, menyusun rencana untuk
menunjukkan kebenaran yang akan mengubah
pandangan Umi Latifah selamanya.
Tak lama kemudian, seluruh ruangan menjadi
lebih temaram, hanya diterangi oleh lampu
kecil di sudut ruangan. Pak Wira segera masuk
ke kamarnya dan memakai cincin pemberian
gurunya, lalu melucuti pakaiannya satu
persatu hingga tak ada selembar benangpun
yang menutupinya.
Ketika Umi Latifah kembali dari dapur dengan
secangkir kopi di tangannya, dia terkejut
melihat perubahan suasana ruangan. Kenapa
gordengnya ditutup? tanya Umi Latifah dalam
hati, pikirannya semakin kacau.
Pak Wira segera keluar dari kamarnya dalam
keadaan bugil. tersenyum lebar, tatapannya
tajam menghujam wajah Umi Latifah penuh
makna. Saya hanya ingin suasana lebih
nyaman, agar Umi Latifah bisa melihat lebih
leluasa. Kalau ini tidak loyo, ucap Pak Wira
sambil memegang batangnya yang besar
panjang, hitam berurat dalam keadaan tegang
setegang-tegangnya.
Umi Latifah terbelalak. Terdiam, tak percaya
dengan apa yang
yang dilihatnya.
Matanya membelalak, mulutnya terbuka tanpa kata-
kata. Detik itu juga, dia nyaris pingsan.
Kakinya goyah, dan cangkir kopi yang dibawa
hampir jatuh dari tangannya.
Napasnya terasa tersengal, antara kaget dan
tak percaya. Ternyata, semua yang
dikatakannya tentang Pak Wira selama ini
hanyalah fitnah tak berdasar. Pak Wira sama
sekali tidak loyo justru sebaliknya,
keperksaan sungguh sangat menakjubkan
dan tak disangka-sangka.
.
.
.
Pak Wira hanya tersenyum puas melihat
ekspresi keterkejutan Umi Latifah. Sekarang,
Umi, jangan sembarangan lagi menuduh orang
lain, katanya dengan nada rendah dan tegas
sambil terus memainkan batangnya dengan
sangat demontratif.
Jangan pernah berpikir bahwa semua lelaki
itu sama. Lihat saja apa yang sudah Umi
Latifah saksikan sendiri.
Umi Latifah terdiam, tak bisa berkata apa-apa.
Pak Wira telah membuktikan segalanya, dan
Umi Latifah kini terjebak dalam situasi yang
sama sekali tak pernah dia bayangkan.
.
.
.
Setelah puas memamerkan keperksaannya
di hadapan Umi Latifah, Pak Wira memberikan
senyuman tipis yang penuh arti. Ia tahu betul
bahwa apa yang baru saja terjadi adalah..
.
.
NoteL..i..k..e.. mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts