BALADA BESAN DAN MENANTU (PART13)
Isi Postingan:
BALADA BESAN DAN MENANTU PART13
…TRUE STORY…
.
.
.
Setelah jeda singkat, Umi Latifah mencoba
melanjutkan percakapan.
Iya sih, mungkin perasaan saya saja. Tapi
aneh rasanya, Pak. Waktu itu saya juga merasa
seperti ada orang yang mengintip dari arah
gubuk tua itu, ucapnya pelan, sambil
mencuri pandang ke wajah Pak Wira.
Pak Wira berhenti sejenak, memandangi Umi
Latifah dengan tatapan yang sulit ditebak.
Tangannya masih memegang cangkir kopi,
tapi gerakannya sedikit tertahan.
Gubuk tua itu? Hmm… Memang sudah lama
tidak ada yang ke sana. Bisa jadi memang ada
orang, tapi kalaupun ada, mungkin hanya
petani atau warga yang melintas, jawab Pak
Wira santai, tetapi matanya menatap tajam
sesaat sebelum kembali tersenyum tipis.
Umi Latifah semakin gelisah. Pak Wira tidak
langsung menyinggung soal kejadian di gubuk,
tapi senyuman dan sorot matanya membuat
Umi Latifah merasa terpojok. Ia berpikir keras,
apakah Pak Wira memang tidak tahu apa-apa,
atau sedang bermain-main dengan informasi
yang ia miliki.
Dengan hati-hati, Umi Latifah mencoba
pendekatan lain.
.
.
.
Kalau begitu, mungkin lain kali saya bisa
mampir kalau Bapak ada di sawah lagi. Saya
ingin lihat-lihat, siapa tahu nanti bisa belajar
cara mengelola sawah, ujarnya sambil
berusaha tersenyum ramah.
Pak Wira mengangguk kecil, tetapi senyum di
wajahnya tidak berubah. Tentu saja, Umi.
Sawah itu butuh perhatian dan perawatan.
Kalau ada waktu, saya senang bisa berbagi
ilmu persawahan dan bercocok tanam dengan
Umi.
Pak Wira kemudian meletakkan cangkir
kopinya di meja, tatapannya langsung
menembus mata Umi Latifah. Tapi kalau mau
mampir, pastikan tidak mengajak lelakilainya,
ucapnya dengan nada halus, namun terasa
mensuk.
Deg!
Jantung Umi
Latifah kembali
berdegup
kencang. Kata-kata Pak Wira terdengar seperti
sindiran tjam yang penuh arti. Apakah Pak
Wira sebenarnya sudah tahu semuanya? Atau
ini hanya kebetulan belaka? Umi Latifah tak
berani melanjutkan pembicaraan lebih jauh.
Iya, Pak… terima kasih, jawab Umi Latifah
singkat, sambil mencoba menenangkan
dirinya. Dia cepat-cepat bangkit, pura-pura
hendak mengambil pesanannya di meja Bu Ida.
Pak Wira hanya tersenyum sambil
memandang Umi Latifah berjalan menjauh.
Tatapannya tak pernah lepas hingga besannya
itu hilang di balik etalase. Umi Latifah sadar,
dalam hati dia merasa tak nyaman. Pertemuan
ini malah semakin membuatnya yakin bahwa
Pak Wira tahu sesuatu. Tapi apa yang akan
Pak Wira lakukan dengan informasi itu?
Sambil membawa belanjaannya, Umi Latifah
bergegas pergi dari warung, kepalanya penuh
dengan kecemasan dan rasa takut akan
kemungkinan yang bisa terjadi.
.
.
.
Sesampainya di rumah, Umi Latifah langsung
disambut oleh Anisa, anaknya yang sudah
belasan tahun menikah dengan Ardi. Raut
wajah Anisa tampak serius, seolah ada sesuatu
yang mengganjal di hatinya.
Umi, maaf ya. Aku tuh sebenarnya merasa
nggak nyaman akhir-akhir ini, ujar Anisa
dengan nada hati-hati. Sering dengar kalau
Umi suka ngomongin yang nggak baik tentang
Pak Wira, mertuaku.
.
.
.
Wajah Umi Latifah berubah seketika. Duh,
Nis, jangan salah paham. Jangan dengerin
omongan orang yang nggak jelas. Mereka tuh
cuma mau mengadu domba keluarga kita..
.
.
NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin
Ceritadewasa
ceritanovel
novelseru
mertuamenantu
mertuaidaman
istriidaman
foto
fotoai
text
gambar
foryou
Related: Explore more posts