ADIK IPAR PELIPUR LARA(PART31)
Isi Postingan:
ADIK IPAR PELIPUR LARAPART31
…
..
.
Bram dan Dena berangkat
ke vila di luar kota dengan
perasaan bahagia. Sepanjang
perjalanan ke sana, keduanya
berbincang di mobil, saling
menggenggam tangan satu
sama lain.
Dari pancaran wajahnya,
Dena terlihat begitu happy,
karena mereka akhirnya bisa
keluar kota bersama.
..
Akhirnya kita bisa
jalan-jalan berdua, walau
mungkin hanya satu hari,
sebut Dena, memandang penuh
cinta wajah kekasihnya itu.
Iya, setidaknya kita nanti
bisa memanfatkan waktu yang
ada untuk menikmati
kebersamaan kita, sahut Bram.
Malan ini kita akan
menginap di vila kan? Apa kamu
sudah kasih tau Celia kalau
kamu gak pulang malam ini?
tanya Dena.
Nanti aku akan bilang dan
kabari ke Celia kalau aku gak
pulang malam ini. Aku gak akan
sia-siakan waktu kita bersama.
Ini saat kita puas-puasin
kerinduan kita, kata Bram.
Bagaimana kalau Celia
curiga, menanyakan tentangmu
pada teman dan sahabatmu. Dia
kenal mereka kan? tanya Dena.
Beb, kamu tenang aja ya,
dia pasti ngerti dan paham kalau
aku tidakpulang karena sedang
menghabiskan waktu bersama
temanku. Dia gak akan
melakukan itu, katanya.
Percaya padaku. Aku kenal
Celia, dia gak akan bertanya
pada mereka. Karena, dia masih
menutup rapat apa yang terjadi
dalam rumah tangga kami
selama ini pada semua orang.
Dia melakukan itu selama 9
bulan, jelas Bram.
Ya, aku percaya. Sekarang
aku bisa tenang, sambung
Dena.
Dena tentu saja khawatir
dengan hubungan
sembunyi-sembunyi antara
dirinya dengan Bram ketahuan
Celia.
Apalagi ini pertama kalinya
mereka ke vila di luar kota dan
akan menginap di sana berdua.
Mereka baru kembali besok.
Sebelumnya, keduanya
hanya bertemu diam-diam satu
atau dua jam, untuk makan di
restoran di sebuah hotel bintang
lima.
…
Saat berada di lobi hotel
tersebut, Doni sempat melihat
keduanya beberapa waktu lalu.
Mereka tiba di vila setelah
menempuh perjalanan satu
setengah jam lebih dari kota.
Vila yang tampak adem, asri
dan nyaman, ada kolam renang
itu yang khusus di booking
untuk menghabiskan waktu
bersama, bukan vila keluarga
Bram maupun keluarga Dena.
Wah, segarnya udara di
sini. Vilanya juga nyaman. Aku
suka banget dengan interior dan
suasana lingkungan vila, kata
Dena begitu sampai di dalam
villa tiga kamar itu.
Vila dengan desain
bangunan bergaya industrial ini
memiliki kamar dengan dinding
kaca yang menghadap langsung
ke kolam renang serta latar
pemandangan perbukitan.
Vila tersebut menyuguhkan
panorama alam luar biasa ketilka
bangun pagi. Ada pula ruang
televisi untuk bersantai dengan
sofa dan bean bag, serta dapur
dan meja makan dengan
ornamen kayu.
Aku senang kalau kamu
suka dan merasa nyaman
dengan vila pilihanku ini.
Karena yang terpenting adalah
kamu senang, nyaman dan
happy, sebut Bram.
Dena kemudian
menghmpaskan tbuhnya di
sofa, menginstirahatkan
tubhnya sejenak.
…
Sementara Bram
menurunkan tas travel bawaan
mereka berisi baju dan
perlengkapan lainnya,
membawanya masuk ke dalam
kamar.
Dirumah keluarga Celia,
wanita itu tampak sangat
senang bertemu orangtua dan
adik-adiknya. Dia memluk erat
ibu, bapak dan kedua adiknya.
Kangen banget sama kalian
semua, katanya.
Kita juga rindu Mbak Celia
sahut adik perempuannya,
Santi.
Nih, mbak bawa oleh-oleh
untuk kalian, katanya sembari
menyerahkan baju dan coklat
beraneka rasa dan biskuit
oleh-oleh Bram dari Belgia.
Dia lalu duduk di ruang
keluarga, berbincang hangat
dengan ibu, bapaknya dan dan
kedua adiknya. Kebetulan saja,
mereka baru saja pulang kuliah
dan sekolah.
.
Sehingga, siang itu mereka
berlima bisa berkumpul
bersama. Dia sengaja ke rumah
orang tuanya karena berusaha
menenangkan dirinya yang
sedang gundah setelah Bram
pergi bersama teman-temannya,
meninggalkannya sendirian.
Padahal, seharusnya dia
menghabiskan waktu selama
tiga hari ini bersama suaminya
sebelum Bram kembali terbang.
Tapi, apa hendak dikata,
lagi-lagi yang Celia yakini, dia
bukanlah prioritas utama Bram,
selalu saja temannya yang
terpenting.
Celia tentu saja tidak tau,
sebenarnya Bram tidak sedang
bersama teman dan sahabatnya
pergi memancing, melainkan
bersama Dena, kekasih masa
lalunya, yang kini jadi kekasih
rahasianya.
Celia tak tau kalau Dena
telah kembali, dan kini dia sudah
bersama Bram lagi.
Entah bagaimana perasaan
Celia bila dia mengetahui Bram
kembali menjalin hubungan
dengan cinta pertamanya itu,
dengan Dena, wanita yang
sangat dia cintai melebihi
dirinya.
….
Dia butuh nasehat bijak dari
ibu dan bapaknya tentang
rumah tangga, tanpa
memberitahu mereka masalah
yang sedang dia hadapi.
Disamping itu, dia juga sudah
kangen masakan ibunya.
Bram masih tugas ya? ibu
sudah lama gak bertemu
suamimnu. Sesekali ajak dia
kemari. Biar ibu masak
makanan kesukaanya, kata
ibunya Celia, saat mereka
menikmati makan siang.
Mas Bram kemarin baru
kembali. Hari ini dia sedang ada
acara penting dan khusus. Jadi
gak bisa temani aku datang ke
sini, kata Celia,
menyembunyikan yang
sebenarnya.
Oh begitu. Tapi kamu
baik-baik saja, apa sakit atau
sedang bertengkar dengan
suamimu. Kelihatannya kamu
sedang tidak baik-baik saja.
Matamu tampak sayu seperti
orang sakit, tanya ibunya, yang
punya feeling dan bisa
merasakan putri pertamanya itu
sedang ada masalah.
Gak kok bu, aku baik-baik
saja. Cuma lelah karena
bergadang, banyak pesanan
gaun dan busana, lagi-lagi Celia
mencari alasan agar orang
tuanya tidak tau apa yang
sedang dialaminya.
Gimana kerjaan Bapak, apa
lancar? kalau bapak lelah,
sebaiknya berhenti kerja saja.
Biar Celia yang tanggung semua
kebutuhan rumah, sebut Celia,
berusaha mengalihkan
pembicaraan tentang Bram dan
tentang rumah tangganya.
….
Kerjaan bapak semakin
ringan sejak naik jabatan, gak
terlalu capek lagi seperti dulu,
jawabnya.
Kalau kalian gimana,
kuliah dan sekolahnya? Gak
bolos kan? tanyanya pada Santi
dan Ferdi.
Gak lah, kita rajin sekolah
dan rajin belajar. Gak pernah
bolos, sahut Ferdi, adik
laki-lakinya.
Baguslah, mbak senang
dengarnya, sambung Celia.
Mbak nginap di sini malam
ini kan? tanya Santi.
Belum tau, kalau mas Bram
pulang dari acaranya, mbak
harus pulang kan? kecuali Mas
Bram nginap di tempat
pertemuannya, kata Celia.
Dia lalu menuju ke kamar
tidurnya saat masih gadis dan
belum menikah.
Kamar itu masih dibiarkan
seperti dulu. Kamar itu
dikhususnya untuknya dan
Bram jika sewaktu-waktu
menginap di sana.
Dia berkeliling ruang kamar
tdur yang lumayan luas itu
setelah direnovasi, lalu duduk di
tepi tempat tildur.
Handphone Celia berdering,
panggilan dari Dimas.
Ditatapnya layar ponselnya itu
lama.
…
Dia sebenarnya enggan
mengangkat telpon dari pria itu.
Celia sudah bertekad untuk
tak berhubungan lagi dengan
Dimas, dia harus membatasi
bertemu dengan lelaki itu.
Kali ini, dia harus mampu
menolak hsratnya untuk tak
terbuai dalam cmbuan Dimas.
Dia harus bisa, harus sanggup
melawan nfsunya.
…
Karena, setiap kali dia
bertemu dan berhadapan
dengan Dimas, dia selalu saja
jatuh ke dalam pelukannya, tak
kuasa menolak pesona Dimas.
sehingga lagi-lagi mereka
melakukan hal terlarang.
Seperti yang mereka
lakukan malam itu, saat
keduanya bertemu di rumah
orang tua Bram, usai makan
malam.
Saat Dimas menarik
tubuhnya, membawanya ke
sebuah ruangan, memluk dan
mencumnya, membuat Celia
terbuai dan hanyut. Sebelum
akhirnya dia sadar, mereka
melakukan itu di rumabh
keluarga Bram, saat suaminya
sedang berbicara dengan ibu
mertuanya.
…
Hentikan, aku mohon, ini
terakhir kali kita seperti ini.
Setelah malam ini, aku harap,
kita membatasi untuk bertemu
satu sama lain.
Tidak juga saling
berhubungan melalui telpon.
Aku harap kamu memenuhi
permintaanku ini, harap Celia.
Ok, aku akan berusaha
untuk tak menemuimu, tapi
biarkan aku tetap bisa bicara di
telpon denganmu. Hanya bicara
saja, hanya ingin menyapa,
ingin tau kabarmu. Agar hatiku
tenang, pinta Dimas.
Baiklah, jawab Celia.
Karena janji itu, dia
kemudian mengangkat telpon
dari Dimas tersebut.
Bee, kamu lagi dimana? ke
luar kota ya sama mas Bram?
tadi aku lihat mobilnya ke luar
tol ke arah luar kota, tanya
Dimas.
Aku di rumah orang tuaku.
Mas Bram sedang keluar kota
bersamna teman-temannya, pergi
memancing, jawab Celia.
Lagi-lagi dia
meninggalkanmu sendirian.
Hey, kanmu baik-baik saja kan?
Dari suaramu, sepertinya kamu
sedag ada masalah. Cerita ke
aku, jangan pendam sendiri,
kata Dimas memastikan kondisi
Celia.
…
Celia diam sejenak, tak
langsung menjawab pertanyaan
Dimas.
Dia menghela nafas berat,
matanya menerawang menatap
sudut ruangan rumahnya.
Kenapa semua orang bisa
menebak perasaanku, yang
sedang tidak baik- baik saja?
apakah memang terlihat jelas
dari wajah, ekspresi dan
suaraku, batinnya.
Aku hanya kelelahan
beberapa hari ini, banyak
banget yang harus aku
selesaikan, jawabnya
berbohong.
Bee, aku kenal kamu. Gak
mungkin karena lelah. Pasti
karena Mas Bram kan? dia mulai
mengabaikanmu lagi, tak
memperdulikanmu lagi?
Meninggalkanmu sendirian?
jujur padaku, desak Dimas.
Bisakah kamu tak terus
menerus mengurusi hidupku,
mencampuri urusanku dengan
suamiku? mencari tahu tentang
rumah tanggaku?. Kamu sudah
janji waktu itu kan? kata Celia
ketus.
Ok, aku gak akan
menyinggung tentang itu. Aku
hanya khawatir keadaanmu,
kata Dimas.
Kamu gak perlu
khawatirkan kondisiku. Aku
masih bisa mengurus diriku
sendiri. Kamu urus saja
urusanmu, katanya.
Baiklah. Kita tak perlu
bahas itu lagi, sebut Dimas.
Sudah ya, aku tutup
telponnya, kata Celia
mengakhiri panggilan telpon
itu.
..
Dia lalu merebhkan
tbuhnya ke kasur,
menyandarkan kepalanya di
bantal, dan mulai menangis pilu.
Hatinya begitu salkit dan perih.
Celia sesegukan,
menumpahkah semua rasa
kecewa, sedih dan galaunya.
Batinnya begitu lelah
memendam semua itu sendirian.
Celia capek, begitu capek
sampai dia tertidur di kamnarnya.
Cukup lama juga wanita itu
tertidur, lebih kurang dua jam,
sampai-sampai dia terbangun
hari sudah sore.
Celia kemudian mndi dan
berganti baju. Kebetulan,
memang beberapa stel bajunya
masih tersimpan rapi di lemari
pakaian.
…
Dia lalu bercermin,
memperhatikan wajahnya,
memastikan matanya tak
tampak sembab lagi setelah
menangis, agar keluarga tak
curiga.
Setelah dipastikan semua
baik, dia kemudian turun ke
lantai dasar, menuju ruang
keluarga.
Begitu sampai di ruangan
itu, matanya langsung tertuju
pada sosok yang sangat familiar,
tampak sedang berbincang
dengan orang tua dan
adik-adiknya.
Kehadiran sosok itu tak ayal
membuatnya terperanjat
seketika.
Ngapain Dimas datang ke
sini?’ batinnya tak habis pikir.
Ah, akhirnya Mbak Celia
bangun, kata Ferdi.
Dimas tadi siang lewat sini
dan hendak balik, aku
berpapasan dengan dia di
pinggir jalan. Ya sudah aku ajak
aja kemari, kata Santi.
Santi satu kampus dengan
Dimas, tapi mereka beda
jurusan. Santi kuliah di jurusan
manajemen, sementara Dimas
dijurusan teknik.
Dimas memang sering
bertemu keluarganya. Saat ada
acara penting keluarga
mertuanya Celia, orang tua dan
adik-adiknya sering diundang
Karena itu, hubungan
mereka lumayan dekat, ibu dan
bapaknya Celia juga beberapa
kali memuji Dimas yang dinilai
sebagai sosok pemuda yang
santun, sopan dan bailk.
Karena itu, kehadirannya di
rumah keluarganya itu
disambut hangat oleh orang tua
dan adik-adiknya
Tentu saja kehadiran Dimas
di sekitar rumahnya itu bukan
hanya kebetulan saja. Tapi Celia
yakin, dia sengaja datang untuk
bertemu dengannya.
…
Mas Dimas tadi juga bantu
aku bikin prakarya tugas
sekolah. Makasih sekali lagi mas
atas bantuannya, sambung
Ferdi.
Kamu gak perlu berterima
kasih, itu hanya bantuan kecil.
Kita kan bagian dari keluarga,
sudah jadi saudara, kata Dimas
tersenyum melirik Celia.
Dimas memang anak yang
baik. Kamu harus sering-sering
main ke sini ya? kata ibunya
Celia, tertawa senang.
Dimas memang sengaja ke
rumah Celia untuk memastikan
keadaan dan kondisi wanita itu.
Dia khawatir terjadi sesuatu
dengan Celia, wanita yang telah
mengisi pikirannya setiap
waktu.
NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts