ADIK IPAR PELIPUR LARA (PART12)
Isi Postingan:
ADIK IPAR PELIPUR LARA PART12
…
..
.
Sepuluh menit kemudian,
Dimas tiba di rumah mewah itu,
yang belum pernah
dikunjunginya sejalk Celia dan
Bram pindah ke kediamannya
sendiri.
Dia memang sengaja gak
datang berkunjung ke rumah
masnya. Hal itu dilakukannya,
karena dia tak ingin membuat
Celia makin marah dan salah
paham padanya jika dia datang
ke sana.
Dia duduk di dekat Celia
yang sedang tertdur,
memeriksa denyut nadi dan
memegang dahi wanita itu.
Ya, tbuhnya sedikit
hangat. Sejak kapan Mbak Celia
sakit begini? tanya Dimas.
Barusan pulang, langsung
pusing dan sempoyongan,
jawab Tini.
Emangnya apa yang terjadi
dengan Mbak Celia. Dia sakit
apa sih, tanya Dimas.
Ibu sudah dua hari gak
selera mnakan. Tadi pagijuga gak
sarapan, buru-buru keluar. Pas
pulang jalan sempoyongan.
Katanya kepalanya pusing.
jelas Tini.
….
Kenapa sejak gak mau
makan, kalian gak hubungi aku.
Siapa tau kan aku bisa
membujuknya makan. Lain kali
sekecil apapun yang terjadi pada
Mbak Celia, langsung kabarin
aku. Dengar! tegasnya.
Maaf den, kami gak
nyangka akan seperti ini, kata
Bibik Laksmi.
Baik den, akan kami ingat
pesan Den Dimas, sambung
Tini.
Aku mau angkat Mbak
Celia ke kamarnya biar nanti
saat diperiksa dokter Andi, lebih
nyaman di tempat tidur.
Dimana kamarnya? tanya
Dimas.
Di lantai dua den, mari
Mbak Tini antar, katanya.
Dia lalu mengangkat tubuh
Celia perlahan agar wanita itu
tak terbangun.
Namun, Celia tetap
terbangun dan melihat Dimas
sedang mencoba
menggendongnya.
Dimas! Apa yang kamu
lakukan? tanya Celia kaget.
Aku mau bawa mbak ke
kamar biar nyaman istirahat
sembari menunggu dokter Andi
datang, sebut Dimas.
Biarin aku tiduran di sini
aja? protesnya lagi.
Mbak nurut aja. Jangan
banyak protes, tegas Dimas,
tetap menggendong Celia.
Kepala Celia masih terlalu
pusing untuk terus berdebat
dengan Dimas, yang sedang
mengangkat tbuhnya itu.
Diapun akhirnya
membiarkan Dimas
menggendong tubuhnya yang
lemas itu ala bridal shower.
Celia tak sungkan lagi,
melingkarkan kedua tangan di
leher pria itu, menyandarkan
kepalanya di dadanya.
Celia merasakan hangatnya
dekapan Dimas dan dalam
gendongan lelaki itu, dia merasa
begitu tenang.
….
Mengapa aku begitu
merasakan hangat berada dalam
gendongannya. Membuatku
nyaman dan tenang, batinnya,
memejamkan matanya.
Kehangatan yang tak
dirasakannya saat bersama
suaminya, yang belum pernah
diperlakukan seperti itu.
Kehangatan seorang pria
yang menghanyutkannya.
Sesaat, dia gak peduli dan
melupakan sejenak status Dimas
sebagai adik iparnya.
Jujur saja, saat ini dia ingin
Dimas di sisinya, dia butuh
dipedulikan, diperhatikan,
dimanja, diperlakukan hangat
dan disayang lelaki itu.
Perasaan yang selalu
muncul, yang tak sanggup dia
abaikan, yang sulit dia tolak saat
berada di dekatnya.
Dimas menapaki satu per
satu anak tangga lantai dua
rumah tersebut nmenuju kamar
Celia.
Dia lalu memasuki kamnar
tidur bernuansa peach luxury
dan luas itu, setelah Tini
membantu membukakan pintu.
Dimas lalu membaringkan
tubuh Celia perlahan ke tempat
tidur beralaskan sprei cream
muda yang lembut tersebut.
Sebentar lagi dokter Andi
datang. Mbak istirahat aja dulu,
kata Dimas.
Aku cuma pusing. Istirahat
sebentar juga sudah baikan.
Kenapa mesti panggil dokter,
kata Celia kurang setuju dengan
apa yang Dimas lakukan.
Kata Bik Laksmi dan Mbak
Tini, dari kemaren mbak gak
selera makan. Lagi banyak
pikiran ya? tanya Dimas lagi.
Aku gak ingin
membahasnya denganmu,
sebut Celia, sedikit ketus.
Tak lama, dokter Andi
datang dan memeriksa kondisi
Celia.
….
Pasti lagi banyak pikiran,
kurang istirahat. Ditambah
males makan nih. Jadi pusing
dan sakit kepala. Emang lagi
mikir apa sih. Mikirin Bram ya,
tanya dokter Andi.
Ya, sedikit khawatir sama
Bram, sahut Celia.
Cobalah selalu berpikir
positif dan jangan terlalu fokus
pada pikiran-pikiranmu itu.
Sibukkan dirimu agar gak
terlalu khawatir. Yakinkan
dirimu, suamimu itu baik-baik
saja, katanya.
Iya doktet, makasih
nasehat dan sarannya, ucap
Celia mengangguk.
Dokter kasih obat pereda
nyeri, penambah darah dan
vitamin. Tapi yang utama
jangan sampai berpikiran
terlalu keras, hindari
ketegangan dan kecemasan
berlebih. Jangan sampai stress.
Makan yang cukup dan bergizi.
Banyak istirahat. Dengar
nasehat dokter ya, saran pria 35
tahun itu tersenyum ramah.
Baik dok, sahutnya.
Pastikan Mbak mu itu
nurutin nasehatku. Kalau belum
membaik setelah 1-2 hari ini,
bawa dia ke rumah sakit,
katanya pada Dimas.
Baik, ujar Dimas.
…..
Setelah memeriksa dan
memberikan obat untuk Celia,
dokter Andi pamit pulang.
Aku sudah minta Bik
Laksmi bawakan makan siang.
Mbak makan dulu ya, sesudah
itu minum obat, kata Dimas.
Iya, jawab Celia pelan,
mengiyakan perkataan Dimas.
Bik Laksmi lalu masuk
membawakan Celia makan
siang, buah dan air minum. Dia
kemudian keluar, membiarkan
Dimas di kamar bersama Celia.
Ayok bangun dulu, duduk
di sini. Aku suapin mbak makan
siang, kata Dimas, membantu
Celia duduk bersender di bantal
di sandaran tempat tidur.
Gak perlu. Aku bisa makan
sendiri, tolaknya
Diam dan dengarkan aku.
Biar aku yang bantu. Tugasmu
cuma buka mulut dan
mengunyah saja, kata Dimas
lembut.
Celia membiarkan Dimas
menyuapinya nasi dengan lauk
sayur dan ikan,
Perhatian yang Dimas
berikan padanya itu kembali tak
mampu dia abaikan begitu saja.
Celia memang sedang butuh
perhatian dan dimanja di saat
sedang sakit seperti ini.
Saat suaminya tak ada di
sisinya, dia mendapatkan
perhatian dan kasih sayang dari
Dimas, adik iparnya.
Sudah cukup. Aku gak
sanggup lagi makan. Ini aja
sudah banyak, kata Celia.
Dua sendok lagi, ayok,
bujuk Dimas, yang duduk di tepi
tempat tidur, memegang sendok
nasi di tangannya.
Lagi-lagi Celia menurut,
makan dua sendok nasi lagi.
Selesai makan, Dimas
membantu meminumkan air.
Lalu dia menyerahkan obat
untuk kakak iparnya itu minum.
Celia masih duduk
bersandar di sandaran
ranjangnya, menatap nanar ke
luar jendela kamar tidurnya,
sembari menarik nafas
dalam-dalam.
…
Dimas terus
memperhatikan sikap dan
perilaku Celia tersebut.
Apa yang sebenarnya kamu
pikirkan, yang membuatmnu
sampai stress, kurang istirahat,
tak selera makan sampa
akhirnya sakit kepala dan
pusing seperti ini? tanya Di
dalam hati.
Apakah ini masalah
hubunganmu dengan Mas
Bram? kembali dia bertanya
dalam hatinya.
Aku mengantuk, mau
istirahat dulu. Kamu pulang
saja. Aku sudah gak apa-apa kok.
Sudah baikan, kata Celia,
setelah lebih dari lima belas
menit duduk diam,
menenangkan pikirannya.
Iya, tidur saja. Aku akan
tungguin mbak di sini. Aku gak
akan pulang, sahut Dimas.
Mas Bram pernah berpesan
padaku agar aku jagain kamu
kalau ada apa-apa denganmu
saat dia tak ada. Jadi aku harus
tetap di sini sampai kamu
sembuh dan benar -benar sehat.
Sampai Mas Bram kembali lusa,’
sebut Dimas.
Terserah sajalah, aku
mengantuk banget nih, sahut
Celia, merebahkan tubuhnya di
tempat tidur.
Dimas masih duduk di tepi
tempat tidur, menatap wanita
yang sangat dia cintai itu.
Seandainya saja aku
bertemu denganmu lebih dulu,
saat ini kamu pasti sudah jadi
milikku. Aku tak akan pernah
membuatmu sedih dan
menderita, gumamnya.
Dia memastikan Celia sudah
tertidur nyenyak, mungkin juga
karena efek obat yang diberikan
dokter Andi.
….
Cowok ganteng itu
kemudian tak bisa menahan
keinginannya untuk mengusap
pipi lembut Celia.
Beberapa kali dia mengelus
pipi dan rambut wanita itu,
dengan sejuta rasa cinta yang
semakin membuncah di
dadanya.
Dia tak akan pernah bosan
menatap wajah cantik yang
tertidur pulas dan damai itu.
Setelah tertidur beberapa
jam, celia terbangun menjelang
sore dan mendapati Dimas
masih duduk di sampingnya,
tersenyum manis begitu dia
membuka matanya.
Kamu masih di sini? tanya
Celia.
Iya, seperti yang kukatakan
tadi, aku akan pulang setelah
Mas Bram kembali, katanya.
Suka-suka kamu sajalah.
Aku mau mandi dulu sudah sore
, katanya.
Celia kemudian bangun dari
tempat tidurnya dibantu Dimas.
Kamu sanggup jalan, biar
aku gendong ke kamar mandi
kalau masih pusing, kata Dimas.
Gak usah, aku bisa sendiri,
tolaknya langsung bangun dan
berdiri.
Tapi, tbuhnya sedikit agak
sempoyongan juga karena efek
dia langsung buru-buru berdiri
setelah bangun.
Dimas langsung menopang
tubuh Celia agar tak terjatuh.
Duduk dulu sebentar.
Tubuhmu masih belum stabil.
Makanya jangan langsung
berdiri dan jalan saat bangun
dari tidur. Mbak masih pusing
ya, kata Dimas, memegang
pundak wanita itu.
Iya, sedikit limbung tadi,
katanya.
Setelah duduk beberapa
saat, Celia kemudian bangun
dan berjalan ke arah kamar
mandi di papah Dimas.
Usai mandi, Celia keluar
dari bathroom memakai kimono
pink dan melihat Dimas masih
di kamarnya, duduk di tepi
tempat tdur, fokus dengan
ponselnya.
Keluar dulu sana, aku mau
ganti baju, perintah Celia.
Ganti aja, aku gak akan
lihat, sahut Dimas.
Gak bisa. Keluar dulu
sebentar, pintanya lagi.
Aku ke balkon aja, jawab
Dimas beranjak menuju balkon.
Celia selesai berpakaian,
kemudian menemui Dimas yang
sedang santai di kursi di balkon
kamarnya. Dia lalu duduk di
kursi di samping Dimas.
Kamu gak pulang untuk
mandi dan ganti baju, tanya
Celia.
…
Bentar lagi aku mndi.
Pinjam baju Mas Bram aja, gak
apa-apa kan. Aku rasa banyak
baju dia yang belum pernah
dipakai kan, tanyanya nyengir.
Aku sudah bilang, tetap di
sini temani kamnu. Aku tidur di
rumah Mbak Celia malam ini,
katanya.
Dimas menatap tajam Celia,
membuat perempuan itu
memalingkan wajahnya tak
kuasa bertatapan dengan Dimas.
NoteL..i..k.e.mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts